Wednesday, April 17, 2013

Pemuka

Mustafa dan Musdalifah sejak seminggu yang lalu banyak berurusan dengan pemuka agama, maksudnya Pendeta dan Romo, tidak lain dan tidak bukan. Dari pertemuan yang tidak langsung dan yang langsung, Mustafa menemukan beberapa kesamaan dan perbedaan di antara Romo dan Pendeta.

Romo adalah pelayan Tuhan yang sudah disumpah untuk hidup selibat dan miskin. Hampir mendekati konsep kebebasan yang sempurna, karena kebebasan adalah ketika seorang manusia tidak memiliki apapun. Sayang sekali, Romo masih memiliki Tuhan, jadi tidaklah bisa sepenuhnya bebas. Bertugas di sebuah gereja dan bergilir. tidak pernah melayani di satu gereja atau satu wilayah dalam waktu yang sangat lama. Bisa 2 tahun, bisa 4 tahun, namun tidak tahu apakah bisa lebih dari 4 tahun atau tidak. Dalam hal ini mungkin sedikit sulit dibedakan antara Romo dan Tentara, siap ditugaskan dimana saja. Ada juga Romo yang bertugas sebagai guru misalnya, atau sebagai petugas kesehatan.. Ya itu tadi, asal atasan menugaskan, ya berangkatlah mereka dimanapun siap.

Romo mengurus segala macam hal, tapi ya pasti banyak pula waktu yang digunakannya untuk berdoa, mulai dari memberikan pelayanan pada umatnya untuk memimpin misa, sampai mengurusi sebagian kecil pernikahan umatnya, seperti pernikahan Mustafa dan Musdalifah yang akan datang. Semua hal yang akan terjadi di gereja harus sepengetahuan Romo, entah nanti yang melaksanakan siapa, tetapi harus diketahui dan disetujui Romo. Romo begitu berkuasa dan umatnya yang percaya pun sangat menghormatinya. 

Rasa hormat dari umatnya dan kebebasan yang nyaris sempurna terkadang membuat para Romo ini memiliki sikap yang seragam: luweh. Romo tidak takut dibenci atau ditinggalkan oleh umatnya (mungkin tidak punya pikiran seperti itu) sehingga dia bisa berbicara pada umatnya seenak udelnya. Mau bicara dengan gaya bossy, mau bicara dengan gaya jleb-jleb-jleb pun tidak kawatir. Mau memancing emosi umat yang membutuhkan pun ya peduli amat, sing butuh sopo?    

Hampir semua Romo yang Mustafa temui seperti itu. Ya Romo yang gemar meditasi sih gak segitu-gitunya amat ya, cuma Mustafa juga jarang banget ketemu Romo yang meditasi. Romo yang bertugas di bidang pendidikan sih lumayan sering, ya kelakuannya kaya gitu itu. Nah, Mustafa memakluminya mudah sih, karena Romo tuh hidup selibat, ya, ndak boleh punya pasangan, dan tentu saja tekanan umat dari tiap daerah beda-beda, ada yang sangat berat, ada yang biasa saja, jadi yaaaaa...kalo pas dapet tekanan yang berat gitu, Romo juga ndak bisa melampiaskan kekesalannya melalui perilaku seksual. Padahal dengar-dengar perilaku seksual aktif itu membantu meredakan stress dan beban berat yang berat sangat berat sekali. Nah, akhirnya si Romo yang bersikap luweh dapat Mustafa pahami sebagai wajar dan sepantasnya. 

Kalau pendeta bagaimana? Kalau Pendeta itu lebih Mustafa lihat sebagai profesi, sih, tidak ada bedanya dengan sarjana sastra atau sarjana ilmu politik. Boleh menikah kalau ada yang cukup lame menerima seorang pendeta. Eh, Pendeta itu bisa pria bisa wanita, ya, pokoknya selama mereka mengikuti kuliah teologi selama beberapa periode tertentu ya bisa saja bekerja menjadi pendeta. Entah itu Pendeta tetap atau Pendeta panggilan. Pendeta tetap tuh ya Pendeta yang bertugas di satu gereja saja, kalau Pendeta panggilan ya ndak dipasrahi gereja, tetapi bisa memberikan pelayanan dimanapun. 

Berbicara tentang Pendeta panggilan, sebenarnya Mustafa cukup sering dilayani oleh Pendeta panggilan, secara kerjanya tuh ya di perusahaan yang sangat kuat ya agamanya, sampai-sampai mewajibkan pegawainya untuk beribadah tetapi tidak mewajibkan pegawainya untuk berolahraga demi menjaga stamina. Jadi semisal Mustafa suatu ketika izin sakit, ya paling perusahaan menganggap Mustafa kurang berdoa, bukan sakit karena kurang berolah raga. Nah!

Pendeta tetap pun dihormati oleh umatnya. Setiap kali bertemu dengan Pendeta ada baiknya menundukkan kepala, tersenyum, dan menyapa. Kalau perlu dibuatkan teh hangat dan diberikan camilan, masalah nanti menggunjingkan pendeta dibelakangnya itu ya terserahlah. Namun karena pendeta bisa mempunyai istri atau suami, jadi para Pendeta lebih Mustafa lihat memiliki pencitraan yang hangat. Garis bawahi "pencitraan". Seperti rumah tangganya pun selalu hangat jadi kalau didampingi oleh pasangan dan anak, selalu berwajah ceria.  Kalau mau dibandingkan, Pendeta lebih mirip dengan seorang Public Relation sebuah perusahaan yang sangat besar, harus mencitrakan dirinya baik, karena membawa nama besar. 

Beberapa kali bertemu dengan Pendeta, Mustafa juga melihat seorang Pendeta adalah individu yang naif dan lugu. Sikap Pendeta yang tidak terbuka membuatnya tidak siap dengan perubahan yang sudah terjadi di dunia, menurutnya dunia tuh baik-baik saja, menurutnya seluruh umatnya adalah orang baik, menurutnya dunia adalah taman firdaus sebelum Hawa memakan Buah Pengetahuan yang Baik dan yang Buruk. tetapi tidak, Pendeta. Mungkin gaji yang anda terima tidak seberapa itu ada baiknya sesekali digunakan untuk party di sebuah pub atau klub atau untuk menghadiri Rave Party

Ya itulah Pendeta dan Romo. Mustafa membayangkan kalau Romo dan Pendeta ada di dalam satu ruangan dalam satu kegiatan, mungkin Pendeta akan menangis meraung-raung karena sakit hati atas ucapan pak Romo yang terkesan tidak perduli dan penerimaan Pendeta yang terlalu memikirkan perasaan.

people.opposingviews.com

No comments:

Post a Comment