Tuesday, April 16, 2013

Mustafa, Musdalifah, dan Ibu-ibu Arisan

Nah, hari terakhir Mustafa dan Musdalifah mengikuti kelas persiapan menikah tahap I sudah berakhir, dan ditutup oleh pembicaraan tentang organ reproduksi.

Pembicaraan tentang organ reproduksi selalu menjadi topik yang terdengar lucu dan menyeramkan bagi Mustafa. Lucu karena sejauh ini, ketika Mustafa berbicara tentang organ reproduksi, selalu dengan teman-teman yang membuatnya jadi lucu. Tetapi juga bisa saja menjadi menyeramkan, terlebih ketika Mustafa membicarakannya dengan orangtua Mustafa. Mustafa dan Musdalifah berharap kelas terakhir ini akan menjadi lebih seru daripada pertemuan dengan Pak Eko pada hari sebelumnya. Tetapi ternyata tidak. Neraka sudah sudah mengirimkan dua orang pasukannya dalam rupa ibu-ibu arisan.


Sebagai pasangan yang sudah sangat siap dan bersemangat, Mustafa dan Musdalifah datang ke lokasi 10 menit sebelum jam yang sudah disepakati. Pasangan lain yang biasanya datang terlambat pun ternyata datang tidak lama setelah Mustafa dan Musdalifah. Giliran pembicaranya yang belum datang. Lama Mustafa dan Musdalifah menunggu, 40 menit kemudian tampak sesosok ibu-ibu yang berwajah garang, berambut keriting mengingatkan Mustafa pada rambut keritingnya sendiri, dan memasang wajah berpengalaman di saat bertemu dengan Mustafa dan Musdalifah. Sendirian. Padahal di jadwal yang diberikan oleh pak pendeta seharusnya ada 3 orang pembicara yang semuanya ibu-ibu. Dan entah kenapa Mustafa membayangkan sebagai 3 ibu-ibu yang seksi dan kesepian di rumahnya sehingga keliling keluar rumah untuk berbicara tentang titit. Sudah sendirian, bentuknya pun berbeda jauh dengan apa yang ada di bayangan Mustafa. Mau ngomongin titit pulak, hadeuh!


Kelas dimulai dengan basa-basi yang tidak perlu, membagikan fotokopian selebaran yang tidak jelas karena kualitas fotokopiannya, dan berbicara tentang pubertas. Yup, berbicara tentang pubertas pada dua wanita, Musdalifah dan Tutik, yang sudah melewati masa puber lebih dari 17 tahun lalu. Kemudian pembicaraan dilanjutkan pada ancaman-ancaman siksa melahirkan, betapa sakit dan menderitanya saat melahirkan - tanpa membicarakan apa yang membuatnya menyakitkan, ada fenomena apa yang terjadi di dalam rahim, dan bagaimana dari benih yang berbentuk kecebong serta telur bisa menjadi anak yang cantik dan gagah. Ketika Mustafa bertanya, maka jawaban yang keluar akanlah, "hanya karena keajaiban dan kebaikan Tuhan".


Kemudian pembicaraan dilanjutkan pada organ reproduksi. Suasana terjadi seperti di saat pertemuan dengan pendeta, karena dengan ibu ini pun seperti berada di sebuah acara kuis. "hayo ini namanya apaaaa?", sembari telunjuknya menunjuk batang titit dengan malu-malu dan ragu. Tentu saja dengan penegasan, "ini bukan saru, lho, ya". Ya Mustafa dan Musdalifah pun tidak pernah berpikir saru, ya cuma ibu ini aja di satu ruangan yang menganggapnya saru, yang lainnya tidak. Terus yang bikin sedikit aneh, si ibu ini pun tidak hapal dengan nama-nama bagian titit, jadi ya dia setengah bertanya, setengah menjawab juga. Serba nanggung dah pokoknya. Nah, parahnya lagi nih, ternyata si ibu ini punya gambar organ reproduksi tuh yang gede banget, dan itu gambar gede banget dipasang di hadapan Mustafa dan Musdalifah. Haaadahh...horor betul dah. 


Belum berakhir sampai di sini,ada seorang ibu lagi yang masuk ke dalam ruangan, ternyata dia adalah pembicara yang satunya. Jadi sekarang ada dua ibu-ibu di hadapan peserta kelas pernikahan. Satu ibu yang datang terlambat sudah cukup mengganggu, apalagi ditambah satu lagi yang datang sangatsangat terlambat. Masih lagi pembicaraan tentang titit dan daerah sekitarnya itu dilanjutkan. Dilanjutkannya pun dengan membicarakan penyakit yang bisa hinggap di daerah titit dan sekitarnya. Alamak! Ya kurang tepat juga sih kalau dibilang membicarakan, sebenarnya yang terjadi adalah membacakan. Ya intinya, kehadiran ibu-ibu ini sebenarnya tidak diperlukan, cukup kasih saja pak pendeta fotokopian selebarannya, terus mintak kasih fotokopiannya ke para peserta, selesai. Efektif, efisien, dan jauh lebih menyenangkan. 


Di akhir pertemuan, Musdalifah diberikan susu persiapan kehamilan. Ya, dari sponsor tempat si ibu-ibu ini bekerja sih, Puskesmas. Jadi ya sesalah apapun pertemuan di kelas persiapan pernikahan ini, sisi bagusnya adalah - ternyata kelas ini bisa berakhir juga. Mustafa sempat depresi karena kelasnya tidak selesai-selesai, ingin rasanya bunuh diri, tetapi takut jika di neraka nanti bertemu dengan ibu-ibu yang ngomongin titit ini. Akhirnya Mutafa memutuskan untuk terus bertahan demi Musdalifah. Hanya demi Musdalifah seorang. Bukan demi pencitraan keluarganya. Bukan pula demi kedua orangtuanya. 



Ini gambar kelamin tau-tau dipajang dihadapan Mustafa dan Musdalifah.

No comments:

Post a Comment