Tuesday, April 23, 2013

No one wants freedom

It's only after we've lost everything that we are free to do anything.

Kalimat yang diutarakan oleh Tyler Durden dari novel nihilisme Fight Club karya Chuck Palahniuk itu sepertinya paling cucok untuk mengantar apa yang akan diutarakan oleh Mustafa. Bahwa sejatinya tidak ada yang menginginkan kebebasan. 

Sejak lama Mustafa menginginkan kebebasan untuk menjalankan hidup sesuai dengan apa yang dia mau. keluar dari rumahnya, terlepas dari orangtua, menghidupi diri sendiri, melakukan apa yang dia suka, dan hidup dengan siapa yang dia mau. Pada suatu kesempatan dijalaninya pula keinginannya untuk menjadi sosok yang bebas. 

Dengan berbagai alasan Mustafa  keluar dari rumahnya dan meninggalkan kedua orangtuanya. Pindah tempat tinggal dan pindah kota. Di kota yang baru itu Mustafa mencari pekerjaan dan mendapatkannya walaupun dengan cara yang sebenarnya tidak mudah. Pindah di rumah sewaan yang induk semangnya terkenal galag di kalangan warung-warung tegal sekitar dengan pembayaran yang tak boleh  tertunda satu hari pun. Menghidupi diri sendiri pun tidak semudah yang dibayangkan oleh Mustafa. Bekerja keras seperti kuda dengan penghasilan yang hanya cukup untuk membayar kos dan makan. Belum lagi atasannya yang sangat memperhatikan absensi dan target. Waktu luang yang Mustafa bayangkan untuk dapat melakukan hobinya ternyata juga sudah habis tak bersisa untuk pekerjaannya dan bertemu dengan klien yang berusaha bersikap profesional. Hidup dengan sesiapapun dirasakannya tetap tidak bisa membebaskannya. Selalu kepentok dengan garis sosial yang mau tidak mau harus dihadapinya. 

Akhirnya, kebebasan hanya membawa Mustafa pada keterkekangan yang lainnya. Mencoba berfikir sederhana pun sebenarnya sangat sulit. Tidak bisa ternyata manusia hanya makan tidur dan berbusana dengan bebas. Mau makan bayar, mau tidur bayar, mau pakai baju bayar. Selalu ada konsekuensi atas imaji kebebasan yang ada dalam benak Mustafa. 

Terlalu lama Mustafa mengeluh tentang kebebasan dan keinginannya untuk melakukan apa yang di gemari. Sayang sekali, tidak bisa. Jalan yang harus Mustafa tempuh memang hanya terjun bebas ke dalam keterkekangan itu. Menghilangkan keinginan untuk hidup bebas bagai merpati, yang sebenarnya juga tidaklah bebas - siapa tau pas cari makan justru dimakan sama elang, dan memasang kembali pelana diatas punggung untuk ditunggangi.

Akhirnya Mustafa hidup dengan keinginan untuk menjadi terkekang. Mustafa ingin bekerja di bawah tekanan, ingin hidup dengan Musdalifah yang dia cintai dan berurusan dengan birokrasi dan tetek bengek, ingin tinggal di sebuah rumah sewaan dengan tekanan ibu kos yang seksi dan keji, dan Mustafa ingin berpakaian dengan rapi agar dilihat sebagai seorang yang sudah dewasa.

Segala tindakan yang dilakukan oleh Mustafa sudah diamini akan selalu bersinggungan dengan orang lain. Bagaimana dia menekan sifat kekanak-kanakannya agar selalu dicintai, bagaimana dia menekan keinginannya untuk memakai sepatu kets agar terlihat lebih dewasa dan berwibawa, sampai bagaimana dia membaik-baikkan ibu kos agar tetap bisa tinggal di rumah sewaannya itu. 

Melihat sekeliling, Mustafa sadar banyak sekali yang mengalami hal yang sama dengan dia, hidup serba terkekang. Yang membedakan Mustafa dengan kebanyakan orang itu hanyalah kesadaran dan keihklasan yang dimiliki oleh Mustafa. Semua orang ingin hidup dengan kekasihnya, semua orang ingin bekerja demi makanan yang akan dimakan, semua orang ingin memiliki tempat tinggal sendiri, dan semua orang ingin berpakaian dewasa agar dilihat seperti orang yang sudah matang. Semua orang ingin hidup terkekang dan tidak ada yang ingin bebas.

Jika ingin bebas, jadi orang gila saja! bwaahahahahahaaaaaa... 

Monday, April 22, 2013

bahagia kah?

Terjebak dalam lingkungan kerja dimana Mustafa secara sadar berubah menjadi anarkis relijius membuat Mustafa menyusun strategi untuk keluar dari lingkungan itu dan mencari lingkungan yang menurut Mustafa lebih membahagiakan dan menyenangkan. Tetapi Mustafa lupa kalau hal yang menyenangkan dan membahagiakan biasanya hanya ada di awal dan tidak permanen. Apakah Mustafa meninggalkan satu kebahagian untuk katanya mencari kebahagiaan baru di tempat lain akan benar-benar terwujud? Mungkin saja tidak.

Harus disadari kalau kebahagian adalah sebuah perjalanan, bukan tujuan. Jika ingin bahagia, teruslah mencari. Entah kenapa perjalanan dan pencarian kebahagiaan tidak dapat diterapkan pada hubungan suami istri.

Wednesday, April 17, 2013

Perayaan

Bertahun-tahun Mustafa memiliki ketakutan yang tidak wajar pada apa yang disebut dengan perayaan. Ya kalau mau dibilang tidak wajar ya ndak juga, sih, tapi kalau dibilang wajar ya sebenarnya cukup aneh juga. Mustafa tidak bisa merasakan kegembiraan seperti apa yang dirasakan orang lain yang merayakannya, jadi sebagian besar perayaan dia lewati dengan senyum kecut diantara tawa lepas milik rekan-rekannya.

Ada beberapa perayaan besar yang terjadi di hidup Mustafa, dan mungkin di hidup manusia
lain juga, seperti ulang tahun, tahun baru, dan perayaan hari besar agama. Ketiga perayaan itu menjadi masalah bagi Mustafa karena selalu ada harapan dan doa dari orang lain yang mengiringi Mustafa.

Apa yang menjadi masalah dari itu? Ya tidak lain dan tidak bukan adalah karena dari doa -doa yang dipanjatkan untuk Mustafa, selalu ada tanggung jawab yang harus dilakukan. Semisal ulang tahun, doa yang diberikan biasanya berkisar pada panjang umur, kesehatan, dan kepintaran. Tentu diiringi dengan kata 'tambah'. Alih-alih Mustafa berbahagia karena mendapat doa seperti itu, Mustafa justru terbebani untuk menjadi menjaga diri agar panjang umur dengan tidak berjalan di tengah jalan, tidak meminum baygon, tidak melakukan apa yang sebenarnya bisa dia lakukan. Jadi intinya, dengan menerima doa itu, dia harus melakukan apa yang dituntut oleh orang yang mendoakan.

Bagaimana dengan tahunbaru? Tahun baru dibuka dengan doa untuk menjadikan tahun yang baru lebih baik dari tahun yang kemarin. Sebenarnya sedikit aneh juga sih, karena menjadi tahun yang lebih baik itu tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap orang yang mendoakan. Dan Mustafa akhirnya berusaha keras untuk menjadikan tahun yang di depan menjadi lebih baik karena dia tidak ingin doa yang diberikan itu menjadi sia-sia dan teman yang memberikan doa itu kemudian enggan untuk menemui Mustafa lagi.

Doa-doa itu menjadi semacam motivasi bagi Mustafa sepertinya. Entah alasan apa yang diberikan oleh Mustafa atas sikap antipatinya terhadap perayaan apapun, tetapi yang jelas Mustafa menjadi orang yang bertanggung jawab dan tidak sendirian dalam menghadapi segala kemungkinan baik ataupun buruk di kemudian hari nanti. Entah merasa terpaksa atau tidak, Perayaan membuat Mustafa tidak merasa sendiri dan kesepian.

Catatan: Perayaan Natal biasanya Mustafa anggap sebagai perayaan yang paling bermasalah, karena dia harus melakukan banyak hal di luar keyakinanya, lagipula Natal berhubungan dengan agama tertentu. Dan tentunya sudah disadari kalau agama dan Mustafa tidak pernah akur. Tetapi Natal 2012 adalah Natal yang penuh arti bagi Mustafa, Natal yang tidak melulu soal agama dan alkitab, natal yang tidak melulu menjadi puncak perayaan betapa kuatnya agama yang dimiliki seseorang. Natal adalah sesuatu yang harus dimaknai lebih dari sekedar agama. Dan Mustafa dalam hati sangat bersyukur pada orang-orang yang membuat Mustafa menyadari itu. Amin!

Pemuka

Mustafa dan Musdalifah sejak seminggu yang lalu banyak berurusan dengan pemuka agama, maksudnya Pendeta dan Romo, tidak lain dan tidak bukan. Dari pertemuan yang tidak langsung dan yang langsung, Mustafa menemukan beberapa kesamaan dan perbedaan di antara Romo dan Pendeta.

Romo adalah pelayan Tuhan yang sudah disumpah untuk hidup selibat dan miskin. Hampir mendekati konsep kebebasan yang sempurna, karena kebebasan adalah ketika seorang manusia tidak memiliki apapun. Sayang sekali, Romo masih memiliki Tuhan, jadi tidaklah bisa sepenuhnya bebas. Bertugas di sebuah gereja dan bergilir. tidak pernah melayani di satu gereja atau satu wilayah dalam waktu yang sangat lama. Bisa 2 tahun, bisa 4 tahun, namun tidak tahu apakah bisa lebih dari 4 tahun atau tidak. Dalam hal ini mungkin sedikit sulit dibedakan antara Romo dan Tentara, siap ditugaskan dimana saja. Ada juga Romo yang bertugas sebagai guru misalnya, atau sebagai petugas kesehatan.. Ya itu tadi, asal atasan menugaskan, ya berangkatlah mereka dimanapun siap.

Romo mengurus segala macam hal, tapi ya pasti banyak pula waktu yang digunakannya untuk berdoa, mulai dari memberikan pelayanan pada umatnya untuk memimpin misa, sampai mengurusi sebagian kecil pernikahan umatnya, seperti pernikahan Mustafa dan Musdalifah yang akan datang. Semua hal yang akan terjadi di gereja harus sepengetahuan Romo, entah nanti yang melaksanakan siapa, tetapi harus diketahui dan disetujui Romo. Romo begitu berkuasa dan umatnya yang percaya pun sangat menghormatinya. 

Rasa hormat dari umatnya dan kebebasan yang nyaris sempurna terkadang membuat para Romo ini memiliki sikap yang seragam: luweh. Romo tidak takut dibenci atau ditinggalkan oleh umatnya (mungkin tidak punya pikiran seperti itu) sehingga dia bisa berbicara pada umatnya seenak udelnya. Mau bicara dengan gaya bossy, mau bicara dengan gaya jleb-jleb-jleb pun tidak kawatir. Mau memancing emosi umat yang membutuhkan pun ya peduli amat, sing butuh sopo?    

Hampir semua Romo yang Mustafa temui seperti itu. Ya Romo yang gemar meditasi sih gak segitu-gitunya amat ya, cuma Mustafa juga jarang banget ketemu Romo yang meditasi. Romo yang bertugas di bidang pendidikan sih lumayan sering, ya kelakuannya kaya gitu itu. Nah, Mustafa memakluminya mudah sih, karena Romo tuh hidup selibat, ya, ndak boleh punya pasangan, dan tentu saja tekanan umat dari tiap daerah beda-beda, ada yang sangat berat, ada yang biasa saja, jadi yaaaaa...kalo pas dapet tekanan yang berat gitu, Romo juga ndak bisa melampiaskan kekesalannya melalui perilaku seksual. Padahal dengar-dengar perilaku seksual aktif itu membantu meredakan stress dan beban berat yang berat sangat berat sekali. Nah, akhirnya si Romo yang bersikap luweh dapat Mustafa pahami sebagai wajar dan sepantasnya. 

Kalau pendeta bagaimana? Kalau Pendeta itu lebih Mustafa lihat sebagai profesi, sih, tidak ada bedanya dengan sarjana sastra atau sarjana ilmu politik. Boleh menikah kalau ada yang cukup lame menerima seorang pendeta. Eh, Pendeta itu bisa pria bisa wanita, ya, pokoknya selama mereka mengikuti kuliah teologi selama beberapa periode tertentu ya bisa saja bekerja menjadi pendeta. Entah itu Pendeta tetap atau Pendeta panggilan. Pendeta tetap tuh ya Pendeta yang bertugas di satu gereja saja, kalau Pendeta panggilan ya ndak dipasrahi gereja, tetapi bisa memberikan pelayanan dimanapun. 

Berbicara tentang Pendeta panggilan, sebenarnya Mustafa cukup sering dilayani oleh Pendeta panggilan, secara kerjanya tuh ya di perusahaan yang sangat kuat ya agamanya, sampai-sampai mewajibkan pegawainya untuk beribadah tetapi tidak mewajibkan pegawainya untuk berolahraga demi menjaga stamina. Jadi semisal Mustafa suatu ketika izin sakit, ya paling perusahaan menganggap Mustafa kurang berdoa, bukan sakit karena kurang berolah raga. Nah!

Pendeta tetap pun dihormati oleh umatnya. Setiap kali bertemu dengan Pendeta ada baiknya menundukkan kepala, tersenyum, dan menyapa. Kalau perlu dibuatkan teh hangat dan diberikan camilan, masalah nanti menggunjingkan pendeta dibelakangnya itu ya terserahlah. Namun karena pendeta bisa mempunyai istri atau suami, jadi para Pendeta lebih Mustafa lihat memiliki pencitraan yang hangat. Garis bawahi "pencitraan". Seperti rumah tangganya pun selalu hangat jadi kalau didampingi oleh pasangan dan anak, selalu berwajah ceria.  Kalau mau dibandingkan, Pendeta lebih mirip dengan seorang Public Relation sebuah perusahaan yang sangat besar, harus mencitrakan dirinya baik, karena membawa nama besar. 

Beberapa kali bertemu dengan Pendeta, Mustafa juga melihat seorang Pendeta adalah individu yang naif dan lugu. Sikap Pendeta yang tidak terbuka membuatnya tidak siap dengan perubahan yang sudah terjadi di dunia, menurutnya dunia tuh baik-baik saja, menurutnya seluruh umatnya adalah orang baik, menurutnya dunia adalah taman firdaus sebelum Hawa memakan Buah Pengetahuan yang Baik dan yang Buruk. tetapi tidak, Pendeta. Mungkin gaji yang anda terima tidak seberapa itu ada baiknya sesekali digunakan untuk party di sebuah pub atau klub atau untuk menghadiri Rave Party

Ya itulah Pendeta dan Romo. Mustafa membayangkan kalau Romo dan Pendeta ada di dalam satu ruangan dalam satu kegiatan, mungkin Pendeta akan menangis meraung-raung karena sakit hati atas ucapan pak Romo yang terkesan tidak perduli dan penerimaan Pendeta yang terlalu memikirkan perasaan.

people.opposingviews.com

Tuesday, April 16, 2013

Mustafa Bolos

Mustafa kini sudah berusia 28 tahun. Bekerja di perusahaan yang cukup tenar akan bimbingan rohaninya. Dia suka pekerjaannya. Tetapi tidak kuat dengan bimbingan rohaninya. Saat ada kesempatan untuk terlepas dari perusahaan itu, Mustafa pun menerimanya. Sebelum Mustafa hengkang dari perusahaan itu, dia sudah beberapa kali bolos kerja. Ini hari keduanya.

Seperti biasa, Mustafa berdandan rapi ala pegawai kantoran pada umumnya yang siap menghadapi rutinitas, namun hari ini dia tidak pergi ke kantornya. Mustafa membelokkan kendaraannya menuju sebuah warung kopi untuk mengerjakan proyek sampingannya. Bergelas-gelas kopi dan berbatang-batang rokok dihabiskannya untuk menikmati pagi yang tidak terlalu panas. Desain pesanan pun dikirimkannya satu per satu. Menjelang makan siang, travo listrik di dekat warung kopi meledak, melepaskan suara gemuruh dan percikan bunga api. Mustafa terkejut - tetapi lebih kecewa lagi karena membuat listrik di warung kopi itu mati. Dan koneksi Wi-Fi pun terputus. 


Putus asa namun bahagia, karena Musdalifah pun kebetulan mengajak makan siang bersama. Mustafa mengiyakan karena toh pekerjaannya tidak bisa dilakukan. Siang hari, makan soto. Tidak cukup satu mangkok. Disantapnya dua mangkok soto lamongan sekaligus. Perutnya buncit kekenyangan, namun bahagia. 


Seusai makan siang, Musdalifah kembali ke kantornya, dan Mustafa pun kembali  ke warung kopi tadi. Listrik sudah menyala seperti biasa. Mustafa kembali bekerja. Diselesaikan pekerjaannya, dikirimkan pesanan satu persatu. Para pengunjung datang dan pergi, berpakaian rapi dan gaya. Mustafa tetap di warung kopi. 


Siang semakin sore, matahari semakin pergi. Televisi warung kopi itu menayangkan berita pengeboman Boston. Mustafa terkejut. Pengeboman terjadi di Boston saat Maraton berlangsung. Mustafa tidak habis pikir. Mustafa membenci olahraga. Olah raga membuat Mustafa letih dan berkeringat. Kita semua mengerti kalau kita berkeringat, maka bau badan pun menjadi tidak enak. Mustafa membenci olah raga. Tetap saja Mustafa tidak berpikir untuk meledakkan bom saat acara olah raga berlangsung. Mustafa membenci olah raga tetapi dia tetap slauw


Televisi terus menerus menayangkan berita tentang pengeboman Boston. Lagu "Imagine" dari John Lennon diputar untuk mengiringi pemberitaan dan membuat penderitaan semakin menderitakan. Berseling pula dengan berita tentang kekacauan yang terjadi pada Ujian Nasional. Ada beberapa daerah yang para muridnya harus menunggu 6 jam tanpa berbuat apa-apa karena soal yang dikirimkan dari pusat kurang jumlahnya. Ada pula berita tentang seorang siswa yang harus mengerjakan Ujian Nasional di bui. Siswa itu terkena kasus narkoba sehingga harus dipenjara. Namun siswa itu masih bisa mengerjakan Ujian Nasional. Berbeda dengan seorang siswi yang ternyata hamil. Siswi itu dikeluarkan dari sekolah karena hamil dan tentunya tidak perlu lagi mengerjakan Ujian Nasional. Satu berita lagi tentang aksi siswa yang mencontek saat ujian. Aksi itu tertangkap kamera. Guru pengawasnya acuh dan sibuk membaca koran. 


Sore semakin sore, matahari mulai diganti dengan lampu-lampu. Para mahasiswa - mahasiswa yang oke banget berdatangan di warung kopi tempat Mustafa bolos. Mereka sibuk mengerjakan tugas dan pekerjaan rumah yang diberikan dosen mereka. Seorang mahasiswa berperut buncit dan seorang mahasiswi cantik seperti model duduk di sebelah Mustafa. Ketika mahasiswa buncit jalan bersama dengan mahasiswi cantik, Mustafa sudah berpikir kalau mahasiswa itu pasti "melambai". Dan ya, memang benar, mereka bersahabat. Yang satu model, yang satu melambai. 


Satu meja lagi dipakai oleh sekelompok mahasiswa-mahasiswi angkatan baru. Mereka sibuk dengan laptopnya masing-masing. Twitter dan Microsoft Word. Microsoft Word dan Twitter. Kedua software itu bergantian muncul di monitor laptopnya. Sedikit canda tawa di antara mereka. Kering sekali percakapan mereka. 


Satu meja lagi dipakai oleh ibu-ibu sosialita yang canti-cantik. Mustafa berharap ibu-ibu ini yang memberikan kelas pra nikah sesi membicarakan titit. Pakaiannya cantik. Rambutnya terurai. Wajahnya angkuh. Dan kalau berbicara melalui telepon genggamnya setengah berteriak. Mahasiswi model sebelah Mustafa mulai membicarakan ibu-ibu itu. Norak ujarnya. Mahasiswa melambai dengan lemasnya berbicara menggunakan bahasa inggris mengiyakan temannya. 


Adzan berkumandang menandakan magrib telah tiba. Sebuah Pajero putih berhenti di depan warung kopi. Salah satu ibu-ibu keluar menyambut pria misterius yang ada di dalam mobil itu. Dengan genit si ibu tersenyum. Ibu satunya masih bercakap di telepon genggam setengah berteriak. Rombongan mahasiswa-mahasiswi beranjak pulang, mungkin ingin sholat dulu untuk kembali lagi nantinya. 


Malam sudah datang. Televisi menayangkan berita yang itu-itu saja. Mustafa sudah tidak sabar untuk bertemu Musdalifah dan bercanda gurau. Malam adalah saat Mustafa bertemu Musdalifah. Malam adalah saat mereka jatuh cinta. Itu membuat Mustafa semakin bersemangat ketika malam tiba.


ini ubin warung kopinya. lucu ya...

Mustafa, Musdalifah, dan Ibu-ibu Arisan

Nah, hari terakhir Mustafa dan Musdalifah mengikuti kelas persiapan menikah tahap I sudah berakhir, dan ditutup oleh pembicaraan tentang organ reproduksi.

Pembicaraan tentang organ reproduksi selalu menjadi topik yang terdengar lucu dan menyeramkan bagi Mustafa. Lucu karena sejauh ini, ketika Mustafa berbicara tentang organ reproduksi, selalu dengan teman-teman yang membuatnya jadi lucu. Tetapi juga bisa saja menjadi menyeramkan, terlebih ketika Mustafa membicarakannya dengan orangtua Mustafa. Mustafa dan Musdalifah berharap kelas terakhir ini akan menjadi lebih seru daripada pertemuan dengan Pak Eko pada hari sebelumnya. Tetapi ternyata tidak. Neraka sudah sudah mengirimkan dua orang pasukannya dalam rupa ibu-ibu arisan.


Sebagai pasangan yang sudah sangat siap dan bersemangat, Mustafa dan Musdalifah datang ke lokasi 10 menit sebelum jam yang sudah disepakati. Pasangan lain yang biasanya datang terlambat pun ternyata datang tidak lama setelah Mustafa dan Musdalifah. Giliran pembicaranya yang belum datang. Lama Mustafa dan Musdalifah menunggu, 40 menit kemudian tampak sesosok ibu-ibu yang berwajah garang, berambut keriting mengingatkan Mustafa pada rambut keritingnya sendiri, dan memasang wajah berpengalaman di saat bertemu dengan Mustafa dan Musdalifah. Sendirian. Padahal di jadwal yang diberikan oleh pak pendeta seharusnya ada 3 orang pembicara yang semuanya ibu-ibu. Dan entah kenapa Mustafa membayangkan sebagai 3 ibu-ibu yang seksi dan kesepian di rumahnya sehingga keliling keluar rumah untuk berbicara tentang titit. Sudah sendirian, bentuknya pun berbeda jauh dengan apa yang ada di bayangan Mustafa. Mau ngomongin titit pulak, hadeuh!


Kelas dimulai dengan basa-basi yang tidak perlu, membagikan fotokopian selebaran yang tidak jelas karena kualitas fotokopiannya, dan berbicara tentang pubertas. Yup, berbicara tentang pubertas pada dua wanita, Musdalifah dan Tutik, yang sudah melewati masa puber lebih dari 17 tahun lalu. Kemudian pembicaraan dilanjutkan pada ancaman-ancaman siksa melahirkan, betapa sakit dan menderitanya saat melahirkan - tanpa membicarakan apa yang membuatnya menyakitkan, ada fenomena apa yang terjadi di dalam rahim, dan bagaimana dari benih yang berbentuk kecebong serta telur bisa menjadi anak yang cantik dan gagah. Ketika Mustafa bertanya, maka jawaban yang keluar akanlah, "hanya karena keajaiban dan kebaikan Tuhan".


Kemudian pembicaraan dilanjutkan pada organ reproduksi. Suasana terjadi seperti di saat pertemuan dengan pendeta, karena dengan ibu ini pun seperti berada di sebuah acara kuis. "hayo ini namanya apaaaa?", sembari telunjuknya menunjuk batang titit dengan malu-malu dan ragu. Tentu saja dengan penegasan, "ini bukan saru, lho, ya". Ya Mustafa dan Musdalifah pun tidak pernah berpikir saru, ya cuma ibu ini aja di satu ruangan yang menganggapnya saru, yang lainnya tidak. Terus yang bikin sedikit aneh, si ibu ini pun tidak hapal dengan nama-nama bagian titit, jadi ya dia setengah bertanya, setengah menjawab juga. Serba nanggung dah pokoknya. Nah, parahnya lagi nih, ternyata si ibu ini punya gambar organ reproduksi tuh yang gede banget, dan itu gambar gede banget dipasang di hadapan Mustafa dan Musdalifah. Haaadahh...horor betul dah. 


Belum berakhir sampai di sini,ada seorang ibu lagi yang masuk ke dalam ruangan, ternyata dia adalah pembicara yang satunya. Jadi sekarang ada dua ibu-ibu di hadapan peserta kelas pernikahan. Satu ibu yang datang terlambat sudah cukup mengganggu, apalagi ditambah satu lagi yang datang sangatsangat terlambat. Masih lagi pembicaraan tentang titit dan daerah sekitarnya itu dilanjutkan. Dilanjutkannya pun dengan membicarakan penyakit yang bisa hinggap di daerah titit dan sekitarnya. Alamak! Ya kurang tepat juga sih kalau dibilang membicarakan, sebenarnya yang terjadi adalah membacakan. Ya intinya, kehadiran ibu-ibu ini sebenarnya tidak diperlukan, cukup kasih saja pak pendeta fotokopian selebarannya, terus mintak kasih fotokopiannya ke para peserta, selesai. Efektif, efisien, dan jauh lebih menyenangkan. 


Di akhir pertemuan, Musdalifah diberikan susu persiapan kehamilan. Ya, dari sponsor tempat si ibu-ibu ini bekerja sih, Puskesmas. Jadi ya sesalah apapun pertemuan di kelas persiapan pernikahan ini, sisi bagusnya adalah - ternyata kelas ini bisa berakhir juga. Mustafa sempat depresi karena kelasnya tidak selesai-selesai, ingin rasanya bunuh diri, tetapi takut jika di neraka nanti bertemu dengan ibu-ibu yang ngomongin titit ini. Akhirnya Mutafa memutuskan untuk terus bertahan demi Musdalifah. Hanya demi Musdalifah seorang. Bukan demi pencitraan keluarganya. Bukan pula demi kedua orangtuanya. 



Ini gambar kelamin tau-tau dipajang dihadapan Mustafa dan Musdalifah.

Wednesday, April 10, 2013

Musdalifah dan Dokumen

Persiapan untuk Mustafa dan Musdalifah hidup berumah tangga (ciyeeeee...) tidaklah sedikit, dan cukup repot untuk mengurusnya. Terlebih lagi apabila ada pihak yang dokumen kependudukannya tidak jelas, seperti Musdalifah.

Oke, Mustafa akan membicarakan Musdalifah dibelakang orang yang bersangkutan, dan semoga saja Musdalifah tidak membaca tulisan ini. 

Musdalifah adalah orang yang rapi, tertata, teratur, dan tegas. Semua dokumen penting seperti akte kelahiran, ijazah, dan sertifikat atas prestasi apapun itu ada di dalam sebuah map yang rapi terjaga dan berwarna cerah. Keterorganisiran seperti Musdalifah ternyata sangat memudahkan ketika ada hal-hal mendadak yang membutuhkan dokumen-dokumen penting tersebut. Hal-hal mendadak itu ya semisal mendadak menikah, tentu saja membutuhkan kelengkapan dokumen apabila pernikahannya ingin sejalan dengan jalan Tuhan dan jalan negara. 

Karena Musdalifah adalah seorang saudagar jual beli tanah dan properti, maka pembelian properti akan memerlukan identitas resmi yang sah dari negara. Identitas resmi itu tentu saja kartu tanda penduduk. Sistem sebelum pra 2012 memungkinkan seseorang memiliki lebih dari 1 KTP. Nah, akhirnya Musdalifah memiliki 3 buah KTP. Seperti diungkapkan di atas, Musdalifah adalah orang yang terorganisir, semua dokumen penting dikumpulkan dalam 1 map khusus. 


Saat Musdalifah memutuskan untuk menerima lamaran Mustafa, Musdalifah sudah yakin bahwa semua kebutuhan dokumennya legkap dan beres. Apa saja kira-kira dokumen yang diperlukan untuk mempersiapkan pernikahan?


1. KTP, Akte Kelahiran, Akte Kelahiran yang sudah dilegalisir, Kartu Keluarga, KTP orang tua.

Dokumen tersebut akan diperlukan untuk meminta surat keterangan lajang dari pemerintah desa setempat. Isinya kira-kira pernyataan kalau si Musdalifah ini masih lajang dan tidak terikat pernikahan dengan sesiapa pun. Untuk melegalisir Akte Kelahiran harus datang ke kantor pencatatan sipil yang mengeluarkan akte tersebut. Semisal Musdalifah lahir di Jakarta, jadi ya melegalisirkannya harus ke Kantor Catatan Sipil di Jakarta sana. Merepotkan, ya? Tetapi jangan kuatir dan gundah, karena ternyata pelegalisiran bisa dilakukan oleh Notaris. mungkin hanya membayar Rp 25.000, tergantung dari kedekatan kita dengan notaris yang bersangkutan. Kalau hubungan sudah sangat dekat, bisa jadi si notaris tidak membebankan dengan biaya sepersenpun. 

2. Surat Baptis, Pembaruan Surat Baptis, Surat Rujukan dari gereja asal.

Nah, dokumen yang ini diperlukan untuk mengikuti pembelajaran hidup berumah tangga agar sesuai dengan jalan Tuhan. Biasanya gereja memerlukan itu. Untuk Surat Baptis atau bisa juga disebut Surat Pemandian tentu saja sudah pada ngerti ya, nah, kalau Pembaruan Surat Baptis ternyata seperti keterangan bahwa si pemilik Surat Baptis sampai saat surat ini dikeluarkan masih setia di agama yang sama. Surat dikeluarkan oleh gereja yang membaptis si bersangkutan. Misal, Musdalifah dibaptis di Atambua sana, maka Surat Baptisnya dikeluarkan oleh gereja Atambua, dan itu mengharuskan Musdalifah meminta pembaruannya ke Atambua juga. Ya ndak harus pergi ke Atambua, kalau mau titip minta tolong diuruskan oleh kerabat pun bisa. 
Lalu ada surat rujukan gereja asal, apabila menikah tidak di gereja tempat si calon pengantin itu berdomisili. Walaupun Musdalifah ini bisa punya 3 domisili, dia harus memilih 1 tempat tinggal dan 1 gereja asal. 

3. Surat Keterangan sehat dari Puskesmas

Surat keterangan sehat ini yang perlu dicatat adalah, harus dikeluarkan oleh Puskesmas di kabupaten yang sama dengan lokasi akan menikah nantinya. Jadi ndak bisa di rumah sakit umum. Nah, di Puskesmas ini nanti Musdalifah dan Mustafa, harus pasangan gitu yaaa, akan diperiksa darahnya, apakah ada virus yang mematikan atau tidak, kemudian diperiksa jiwanya oleh psikolog, apakah ada jiwa yang busuk atau tidak, lalu diperiksa juga gizinya. Terakhir diperiksa kesehatannya secara umum. Nah, pas pemeriksaan darah, Musdalifah juga harus menerima suntikan imunisasi TT yang berfungsi untuk mengebalkan rahimnya dari penyakit. Sepertinya sih mengebalkan dari Tetanus, takutnya ketusuk paku berkarat jadi tetanus.
Setelah surat keterangan sehat didapat, jangan lupa minta cap dari bagian administrasi di Puskesmas. 

4. Surat lulus pembekalan pra nikah dari gereja.

Surat ini hanya bisa didapat setelah mengikuti kelas di gereja. Tidak ada cara lain selain mengikutinya, karena tidak ada yang namanya joki pembekalan. Setelah dapat surat lulus ini, nantinya harus dibawa.ke gereja yang asal Musdalifah untuk kemudian Mustafa dan Musdalifah ditanya sekali lagi, yakin apa ndak mau menikah. Kalau sudah, barti urusan gereja sudah selesai.

Kalau melihat dari pembawaan Musdalifah, sepertinya dokumen sudah beres banget ya, tetapi ternyata Musdalifah kita yang tercinta ini kehilangan 1 KTP dengan domisili yang sama dengan gereja asal. Nah, padahal 2 KTP lainnya masih tersimpan rapi. Entah mungkin karena sewaktu masih mahasiswa dia menyewa VCD dan tidak mengembalikannya, sehingga KTPnya disita oleh pihak rentalan VCD. Atau mungkin juga sewaktu ditilang polisi karena bingung dengan traffic lightnya berwarna apa sehingga dia bablas dan ditilang, KTPnya disita supaya Musdalifah mengikuti sidang tetapi ternyata mangkir. Walhasil KTPnya ditahan oleh pengadilan.


Tetapi tidak perlu khawatir, karena bisa mengurus kehilangan KTP. Ya tentunya dengan membuat KTP baru. Nah, dokumen yang diperlukan untuk membuat KTP adalah Akte Kelahiran, Kartu Keluarga, KTP Orangtua, dan Ijazah pendidikan terakhir. Gampang, kan? Ternyata bagi Musdalifah tidak semudah itu, karena Ijazah pendidikan terakhirnya pun hilang entah kemana. Kemudian Musdalifah harus meminta surat keterangan sebagai pengganti ijazah dengan cara meminta Surat Kehilangan ke kepolisian setempat, fotokopi ijazah, dan surat permohonan kepada institusi pendidikan yang bersangkutan. Barulah surat keterangan itu dibawa untuk mengurus KTP.


Tampaknya Musdalifah memang memiliki map khusus dokumen penting, dan beratnya pun tidak main-main. Namun setelah Mustafa lihat lagi, ternyata isinya adalah raport TK-SMA dan berlembar-lembar fotokopian dan sertifikat. Ya, penting juga sih. Mustafa kemudian hanya bisa memandangi map itu dengan tatapan nanar, dan Musdalifah pun mengikutinya.


Jadi kira-kira seperti itu. Untuk datang ke kantor catatan sipil ternyata tidak perlu, karena itu sudah diatur oleh gereja segala keperluan negara. Musdalifah hanya perlu mengumpulkan semua dokumen kemudian diserahkan kepada gereja. Sembari menunggu hari pemberkatan pernikahan, Musdalifah bisa mempersiapkan baju pengantin dan bagaimana acara berlangsung dan siapa saja yang bertanggung jawab dan bagaimana membiayai resepsi dan makanan yang akan disajikan untuk tamu undangan apa saja dan undangannya akan seperti apa, sementara Mustafa bisa tidur-tiduran saja di rumah. Senangnya.



stress-managementtips.com

Tuesday, April 9, 2013

Mustafa, Musdalifah, Tutik, Adam, dan Pak Eko

Masih terbawa dengan aura kegelapan yang dibawa oleh Pak Hukum, Mustafa dan Musdalifah sangat enggan untuk mengikuti pembekalan perekonomian hari ini. Bahkan sejak pagi aura kegelapan Pak Hukum membuat mereka berdua malas untuk bekerja, tidak dapat berkonsentrasi, dan terasa lemas badannya.

Tetapi logika memberikan kekuatan untuk terus berjuang melalui rintangan cinta Mustafa - Musdalifah yang bernama kewajiban birokrasi rohaniah. Dan tibalah mereka di ruangan bersama dengan Tutik dan Adam yang seperti biasa datang terlambat, serta seorang yang kita sebut saja Pak Eko, bukan nama sebenarnya. Pak Eko berusia menjelang 50, dengan tiga orang anak yang dari ceritanya tiga-tiganya cukup bandel, seorang istri yang juga dari ceritanya cukup tegas dan banyak berlogika. Tingkah laku Pak Eko yang banyak tertawa dan seru membuat Mustafa dan Musdalifah lega cukup lega karena sepertinya kali ini akan menyenangkan.


Mustafa membayangkan akan sangat sulit apabila membicarakan ekonomi dengan dasar alkitab, karena ilmu-ilmu ekonomi sepertinya mental apabila dibawa ke ranah kristiani. Penasaran hati Mustafa membayangkan bagaimana Pak Eko akan membekali. Selalu ada dasar alkitab, maka Pak Eko memberikan ayat yang menyatakan kalau sebenarnya kebutuhan manusia sudah tersedia dan disediakan, hanya tinggal bagaimana manusia mengelolanya. Nah, bagaimana manusia mengelolanya itulah yang nantinya dinamakan ekonomi. 


Metode yang diberikan Pak Eko ya semacam standar gitu. Jadi awalnya adalah membuat daftar segala kebutuhan rumah tangga selama satu bulan, kemudian menjatahkan sesuai dengan pemasukan keluarga. Nah, kalau sudah seperti itu, jika ada pembengkakan pengeluaran, nanti tinggal disubsidi silang. Semisal Mustafa menjatahkan pengeluaran untuk jajan kopi sebesar Rp 1.000.000,- dan untuk membeli makan Rp 500.000, terus suatu ketika Mustafa ingin membeli kopi di Surabaya, nah, kan ongkos untuk ke Surabaya mahal tuh, membengkaklah pengeluaran jajan kopi menjadi sebesar Rp 1.500.000,-. Nah, bagaimana mengatasinya? ya tinggal tutupi saja dengan jatah makan. Jadi Mustafa tidak bisa membeli makan, cukup minum kopi saja sehari-harinya. 


Kelemahan dari metode itu adalah kedisiplinan. Diperlukan kedisiplinan yang luar biasa untuk menjalankan metode itu, dan Mustafa sudah mencoba beberapa kali, tetapi gagal. Ya sudah. Tetapi yang menarik bukan metodenya, melainkan yang berperan dalam merencanakan pengeluaran dan pemasukan untuk membuat daftar kebutuhan rumah tangga. Pak Eko menegaskan bahwa tidak ada ayat yang menganggap tabu suami turut serta mengatur rumah tangga. Bahkan dia menunjukkan artikel yang menegaskan kalau di kehidupan sosial masyarakat era modern ini pun banyak suami yang juga ikut memomong anak. Nah, metode pengelolaan keuangan yang standar tadi itu akan berhasil apabila diatur oleh dua orang. Semisal Mustafa mau jajan kopi di Surabaya, Musdalifah bisa mengingatkannya kalau duid buat jajan kopi sudah habis dan menyarankan agar Mustafa minum susu saja supaya sehat dan langsung tidur tak memikirkan jajan ini jajan itu.


Pak Eko ini lebih banyak membekali Mustafa dan Musdalifah dengan kejadian yang sesuai dengan pengaplikasian di dunia nyata dan berdasarkan pengalaman dia. Jika Mustafa ada yang tidak setuju, Pak Eko juga tidak mempermasalahkan, toh itu apa yang dialami Pak Eko, kalau pengalaman Mustafa berbeda ya sah-sah saja. Terlebih lagi karena pendapat mereka berdua tidak akan bertentangan dengan ajaran agama. 


Sebelum pembekalan bubar, Pak Eko memberikan questioner yang harus diisi oleh Mustafa dan Musdalifah tentang rumah impian, mobil impian, pengaturan rumah tangga impian, sampai dengan anak impian. Tentunya akan banyak berbeda, dan tentu saja rumah impian Mustafa dan Musdalifah berbeda, karena Mustafa ingin rumahnya berwarna kelabu dan kamar mandinya berwarna hitam, dan Musdalifah tidak menginginkan itu. Mobil pun seperti itu. Hanya saja ketika membicarakan pengaturan rumah tangga dan anak impian, Mustafa dan Musdalifah sudah cucok. Rasanya sangat menyenangkan. 


Akhirnya kelas dibubarkan. Sebelum berdoa penutupan, ditanyakan apakah ada pertanyaan atau tidak, dan tentu saja Mustafa dan Musdalifah yang ingin segera meninggalkan ruangan itu tidak memberikan pertanyaan. Jika pun ada pertanyaan mereka lebih memilih googling saja nantinya. Tetapi seperti biasa, Tutik dan Adam tidak pernah dengan mudah menghentikan pencitraan mereka untuk tampak antusias, sehingga pertanyaan pun mereka keluarkan. Ya, tentunya Mustafa dan Musdalifah menganggap pertanyaannya tidak penting, tetapi siapa tau penting bagi Tutik dan Adam. Okelah!


Nilai penolakan dari Mustafa dan Musdalifah terhadap semua yang dinilai absurd memang sangat besar, dan itu menunjukkan betapa egoisnya mereka terhadap dunia mereka sendiri. Mereka pun sadar ketika dunia yang lebih besar akan memberikan banyak penolakan terhadap mereka, dan pastinya penolakan yang mereka terima akan lebih besar lagi. Tetapi selama mereka bersama, semua orang akan berpikir kalau Mustafa dan Musdalifah akan baik-baik saja. 


  

kitchen-design-tips.com

Monday, April 8, 2013

Mustafa, Musdalifah, Adam, Tutik, dan Pak Hukum

Mustafa dan Musdalifah gembira karena mereka berdua akan mendapatkan pembekalan dari gereja perihal hukum dalam rumah tangga dari seorang praktisi hukum bersama dengan pasangan lain yang juga ingin membekalkan diri. Tetapi ternyata hal tersebut jauh lebih buruk daripada pembekalan hari sebelumya.

Sesampai di ruang pembekalan, Mustafa dan Musdalifah sudah ditunggu oleh yang akan mengajari mereka, sebut saja Pak Hukum, berambut putih, berwajah keras, dengan luka bekas operasi di bawah lehernya. Sungguh menyeramkan. Mustafa seketika merasakan bahwa pembekalan hari ini akan sangat berat. Tetapi Mustafa masih berharap pada pasangan lain yang akan ikut serta. Berharap mereka adalah pasangan yang seru dimana Mustafa dan Musdalifah bisa berhaha-hihi bersama mereka membicarakan Pak Pendeta dan orang lain. Tetapi ketika pasangan ini muncul, sebut saja Tutik dan Adam, harapan Mustafa sekali lagi sirna. 


Ini akan menjadi sangat buruk.


Aura mencekam dikeluarkan oleh Pak Hukum seketika dia memulai pembekalan. Seketika Pak Hukum menunjuk Tutik untuk memimpin doa untuk memulai pembekalan. Mustafa dan Musdalifah pucat pasi, membayangkan bagaimana bila salah satu dari mereka yang ditunjuk saat itu. Dan sepanjang pembekalan, mereka khawatir apabila ditunjuk menjadi pemimpin doa penutupan. Ah, sungguh mencekam sekali. 


Satu hari sebelum pertemuan ini, Pak Hukum sudah memberikan modul untuk mempersiapkan materi hukum hari ini, sebanyak 20 halaman. Pak Hukum berharap Mustafa dan Musdalifah sudah membacanya di rumah sehingga saat kelas berlangsung, mereka berdua tinggal bertanya saja. Tetapi tentu saja itu tidak mungkin. 20 halaman. Bahkan saat misa paskah pun Mustafa tidak bisa melewati halaman 7 dari buku misa yang disiapkan, dan kini, dipaksa membaca 20 halaman modul hukum. Tanpa ada gambar kelinci yang lucu atau kucing yang berlompatan di padang gurun. 20 halaman murni teks semua. Tak dapat dipercaya!


Akhirnya Pak Hukum memimpin membaca modul tersebut. Dan benar-benar membaca. Ketika Mustafa bertanya tentang sesuatu yang mengganggu Mustafa, Pak Hukum menjawab dengan wajah garangnya, singkat, dan kemudian meminta para peserta agar tidak bertanya terlebih dahulu, biarkan Pak Hukum membacakan modul. Mustafa sudah bersungut-sungut dengan sikap Pak Hukum. Tidak ada yang namanya keterbukaan diskusi. Mustafa hanya perlu mendengarkan dan mencerna semua yang diberikan oleh Pak Hukum, dan itulah yang benar. Padahal saat itu baru halaman 7. Masih ada 13 halaman lagi bagi Mustafa untuk bersungut-sungut.


Di sela-sela Pak Hukum menjelaskan, dia meminta Mustafa membaca ayat alkitab. Mustafa membaca dengan cepat, jelas, dan tegas. Kemudian giliran Musdalifah yang diminta membaca. Musdalifah pun membaca dengan cepat, jelas, dan tegas. Ketika sampai pada giliran Tutik, dia membacanya dengan pelan sekali, berusaha terdengar indah, jelas, dan menenangkan. Mustafa semakin naik pitam. Mustafa merasakan panas di kepalanya.Untungnya saat giliran Adam, dia bisa membaca lebih cepat daripada Tutik. Ngah!


Dan pembacaan modul berlangsung lama sampai habis. Mustafa, Musdalifah, Tutik, dan Adam hanya bisa diam saja tidak ada yang berani berkomentar. Sampai akhirnya habis, Pak Hukum meminta para peserta ini bertanya, karena jika tidak bertanya, maka dia yang akan bertanya. hal seperti ini banyak terjadi di dalam kehidupan rohani Mustafa, dan Mustafa biasa menyebutnya dengan "ancaman". Bahkan ajaran yang dia terima pun kebanyakan berisi ancaman, "jika kamu melakukan ini, kamu akan berdosa. Jika kamu melakukan ini, kamu tidak akan diberkati. Jika kamu melakukan ini kamu akan masuk neraka. Jika kamu begini dst, dst, dst". Semua berisi ancaman, dan kebiasaan tersebut membuat ancaman Pak Hukum tidak menggentarkan Mustafa. Mustafa tidak perduli, dia merasa tidak ada yang perlu ditanyakan dan ingin segera meninggalkan ruangan itu, jadi dia tidak bertanya. Begitu pula dengan Mustafa.


Tetapi ancaman Pak Hukum benar-benar terjadi. Dia bertanya pada Mustafa! Dan pertanyaannya seputar harta! menyebalkan sekali. Saat Mustafa tampak gelagapan, Pak Hukum tersenyum dengan puas. Mustafa merasakan tubuhnya memanas. Tidak ingin bernasib sama seperti Mustafa, Tutik bertanya pada Pak Hukum. begitu pula dengan Adam. Jelas sekali mereka membuat-buat pertanyaan. karena pertanyaannya tidak ada hubungannya dengan hukum dan gereja. Penjilat keparat.


Setelah menjawab pertanyaan Adam dan Tutik, Pak Hukum meminta agar kami tidak mencari-cari pertanyaan apabila memang tidak ada pertanyaan. Segera setelah itu dia menutup sesi kali ini, dengan menunjuk Mustafa sebagai pemimpin doa. Nah, ini dia. Saatnya Mustafa mengeluarkan kemampuan ndobosnya dan menyusun supaya terdengar seperti seorang pendeta yang sedang berdoa. Ya sudah, dengan gelagapan dan panik, Mustafa memimpin doa. Dan itu menutup kelas kali ini. 


Sebenarnya Mustafa tidak begitu khawatir apabila diminta memimpin doa, karena Mustafa sudah tau unsur apa saja yang ada di dalam doa umatnya, sementara Musdalifah adalah seorang Public Relation handal yang lihai memainkan kata-kata. Jadi apabila salah satu dari Mustafa atau Musdalifah memimpin doa, sudah dapat dipastikan tidak akan terlalu mengecewakan. 


Keparat! Mustafa naik pitam.


ehow.com

Mustafa, Musdalifah, dan Puskesmas

Selain gereja, ternyata ada juga satu intitusi lagi yang perlu dihadapi oleh Mustafa dan Musdalifah, yaitu sebuah lembaga pelayanan masyarakat bernama Puskesmas.

Puskesmas ini adalah lembaga yang akan membimbing calon suami-istri agar hidup di jalan yang sehat menurut pemerintah negara Indonesia. Mustafa kemudian juga melihat sistem yang berjalan di Puskesmas adalah gambaran sistem yang terjadi di hampir semua lembaga pemerintah. Carut - marut, iri - dengki, tipu muslihat, kebanggaan menjadi pelayan negara yang berlebihan, dan desain komunikasi visual yang buruk.


Musdalifah sengaja mengambil hari libur dari pekerjaannya, atau dengan kata lain membolos kerja, untuk menyelesaikan urusan puskesmas ini, yaitu meminta surat keterangan sehat. Jika urusan puskesmas dikerjaan sepulang kerja, artinya puskesmasnya sudah keburu tutup.  Yaiyalah, ternyata jam kerja Puskesmas itu pukul 8 pagi - 1 siang (dan jam 12 siang sudah tidak menerima pendaftaran pasien lagi). Alternatifnya adalah meminta surat keterangan sehat di rumah sakit umum, karena buka sampai malam sekali (atau bahkan tengah malam). Jalur alternatif tersebut sudah dilakukan oleh pasangan Mustafa-Musdalifah, tetapi sayang sekali surat keterangan dari rumah sakit ternyata tidak dianggap sah oleh pemerintah negara kita, sehingga mengharuskan pasangan ini untuk berkunjung ke Puskesmas.


Musdalifah sudah sampai ke Puskesmas pukul 8 pagi, dan ternyata suasana sudah menegangkan. Penuh sesak dengan orang-orang yang berwajah lemas dan pucat yang juga ingin diperiksa. Sialnya, pukul 8 setiba Musdalifah sampai di Puskesmas, ternyata petugasnya belum juga lengkap, sehingga pemeriksaan belum ada yang berjalan. Kursi untuk menunggu  pun sudah penuh terisi oleh orang yang datang terlebih dahulu, sehingga Musdalifah yang malang hanya bisa berdiri menanti petugas Puskesmas. Untungnya ruang tunggu Puskesmas adalah ruang tanpa asap rokok, jadi tidak ada aroma tembakau yang menutupi aroma keringat orang-orang yang tergesa di pagi hari. Dengan orang berwajah lemas sebanyak itu, Musdalifah mendadak berwajah pucat dan merasakan lapar yang sangat, sehingga wajahnya yang awalnya bersemangat mendadak lemas.    


Setelah semua siap dan Puskesmas mulai berjalan, Musdalifah dikejutkan lagi oleh berita bahwa untuk surat keterangan sehat yang diminta, Musdalifah juga harus membawa serta Mustafa. Ini gawat sekali, karena kalau pagi hari Mustafa terbiasa untuk berdoa dan memuji Tuhan, sehingga dia tidak bisa mendengar bahwa Musdalifah membutuhkannya. Tetapi berkat kecerdikan yang dibekali oleh kedua orangtuanya, Musdalifah meninggalkan pesan singkat di telepon genggam Mustafa agar bisa dibaca oleh Mustafa seusai dia beribadah dan memuji Tuhan.


Sementara menunggu kehadiran Mustafa, Musdalifah yang tidak ingin membuang waktu, segera test darah dan test urine. Dari test darah dan test urine itu keluarlah rumus-rumus yang nanti akan dihitung oleh dokter gizi. Tetapi test darah dan test urine ini tidak ada kata gagal, dalam artian tidak perlu dikhawatirkan ndak bisa dapat surat kesehatan. paling-paling yang bakal menjadi sandungan ketika ternyata dari test urine itu ditemukan janin atau dari test darah ditemukan virus HIV, nah, kalau gitu baru dah masalah. tetapi semasalah-masalah apapun, selalu bisa dicari jalan keluar. Kalau ditemukan janin di dalam rahim Musdalifah, maka Musdalifah harus diwawancarai oleh pihak Puskesmas perihal penyebab hamil, apakah ada pemerkosaan dari pria dewasa yang cabul dan keji sehingga terpaksa memutuskan untuk menikah. Kalau misalnya di dalam darah Musdalifah ditemukan virus HIV, maka Musdalifah pun harus diwawancari lagi, kira-kira ketularannya kenapa, kalau dari jarum tattoo bakal ditanya juga tattoo dimana terus kapan kejadiannya, yang melakukan siapa. Begitulah kira-kira.


Setelah test urine dan test darah itu selesai, akhirnya Mustafa yang gagah seperti kuda jantan itu akhirnya datang juga. Mustafa, lengkap dengan pakaian kerja yang seperti kekecilan dan kancing di bagian perutnya hampir koyak karena perutnya maju dan pakaiannya slim fit. Begitu melihat keadaan Puskesmas yang ramai penuh sesak dan bukan ruangan yang bisa diperbolehkan untuk merokok, maka pucatlah Mustafa, wajahnya lemas, dan lapar perutnya seketika. Sehinga kuda jantan yang seperti digambarkan itu kemudian berubah menjadi rusa yang malu-malu dengan tanduk yang belum tumbuh.


Yang dilakukan setiba Mustafa dan Musdalifah adalah memeriksa tekanan darah, dan tentu saja mereka harus melakukannya diantara himpitan orang-orang yang berjuang sejak pagi bersama Musdalifah. Dan hal tersebut berjalan lancar dan tidak memakan waktu lama. Hanya kemudian mereka menunggu sesaat untuk dibawa ke psikolog. Nah, ini. Mustafa tidak pernah menyukai psikolog sejak dia dibawa oleh kedua orangtuanya ke psikolog sewaktu Mustafa kecil masih duduk di bangku sekolah. Orangtuanya berfikir Mustafa terlalu banyak melamun, sementara psikolog berfikir kalau Mustafa terlalu banyak berimajinasi, sementara Mustafa berfikir kalau tidak ada yang mengenal diri Mustafa selain Mustafa sendiri.


Ya, semuanya tetap harus dilakukan, dan Mustafa bersama Musdalifah diantar oleh perawat menuju ruang psikolog. Pintu ruangannya terbuka, tertempel tulisan "sedang ada konseling" atau semacamnya yang menunjukkan kalau di ruangan itu sedang berlangsung aktifitas psikologi. Dan ternyata setelah Mustafa melongok ke dalam ruangan, kosong melompong. Akhirnya Mustafa dan Musdalifah menunggu sesaat. Tidak sampai 10 menit, datanglah psikolog muda yang dengan senyum ramah dan tanpa merasa bersalah karena telah membuat sepasang rusa yang sedang kasmaran ini menunggu.


Yang dilakukan oleh psikolog adalah bertanya tentang visi - misi pernikahan Mustafa-Musdalifah. Dengan susah payah dan berat hati tentu saja Mustafa menahan tawa. Sayangnya psikolog tampak serius dengan pertanyaannya, sehingga Mustafa pun menjawab bahwa visinya adalah untuk membangun sebuah keluarga. Nah, sungguh absurd sekali visi Mustafa-Musdalifah, bahkan ternyata keluarga pun adalah sebuah lembaga masyarakat yang harus memiliki visi dan misi tertentu. tetapi Mustafa tidak bisa meremehkan visi ini, karena menurut psikolog keluarga yang tidak mempunyai visi akan terancam kelangsungan hidupnya. Ya walaupun visi juga bisa saja dikarang-karang terus, dan pskilog bisa apa kalau ternyata Mustafa pun mengarang visinya.


Setelah membicarakan visi, kemudian psikolog membicarakan tentang HIV. Pemerintah berjuang dengan keras supaya penyebaran HIV bisa dihentikan, dan penyuluhan seperti yang diberikan oleh psikolog ini sebenarnya sangat membantu.Tentang bagaimana pentingnya penggunaan kondom dan membaca tanda-tanda jika kita bersinggungan dengan hal-hal yang dapat mengakibatkan penyebaran virus HIV.


Di akhir pertemuan, bu psikolog ini menyatakan kekagumannya pada bagaimana gereja benar-benar mempersiapkan calon pengantin agar tidak ada perceraian, karena seperti penyebaran HIV, tingkat perceraian di Sleman juga termasuk yang nomer wahid di DIY dan di Indonesia. Bu Psikolog pun juga menyayangkan karena pemerintah tidak cukup memberikan perhatian pada persiapan  pra-nikah bagi pemula, dan sebanyak apapun bu psikolog membicarakan pernikahan, tetap saja dia merasa gagal membangun indonesia yang bebas cerai. lha!


Nah, setelah sesi Psikolog selesai, Mustafa dan Musdalifah dibawa pada seorang ahli gizi yang menjelaskan tentang bagaimana caranya menjaga tubuh agar tetap sehat dan bugar. Dia memberikan tips kombinasi makanan yang baik agar tidak  mudah lemas dan terus semangat bekerja. Kombinasi makanan ini diberikan tidak sembarangan, tetapi si ahli gizi melihat dari hasil darah Musdalifah sehingga kombinasi makanannya menyesuaikan dari kondisi tubuh Musdalifah. Luar biasa, bukan, Puskesmas jaman sekarang ini.


Terakhir adalah bertemu dengan dokter puskesmas yang berhak mengeluarkan surat keterangan sehat. Dia bertanya kenapa harus datang ke rumah sakit umum dulu daripada ke Puskesmas, biayanya berapa, terus diapain aja. ya semacam itulah. Ya jelas, kalau Puskesmas bukak sampai larut malam sih pasti Mustafa-Musdalifah bakalan datang ke Puskesmas, alih-alih ke rumah sakit umum. lha ini, pas Mustafa baru mau makan siang saja, Puskesmas sudah tutup. ini bagemana sik? Dan tentang biaya itu, Musdalifah dan Mustafa sepakat kalau Pak Dokter ini tak rela jika ada warga yang memilih rumah sakit daripada Puskesmas. Awwww, come on!


Pak Dokter pun tidak menjelaskan apa-apa atau membekali apa-apa. Hanya bertanya apakah ada garis darah tinggi dan diabetes. Kemudian kami diperiksa jantungnya, diperiksa matanya, dan sudah. Tidak ada keterangan dari dia yang menjelaskan hasil dari periksa mata dan periksa jantung. Diam saja! Mustafa dan Musdalifah pun enggan bertanya tentang hasilnya, karena mereka berdua melihat si dokter adalah tipe dokter yang merasa tahu semua hal dan akan merasa bangga sekali jika ada orang yang tidak tahu menahu bertanya padanya. Dan tentu saja karena Mustafa dan Musdalifah juga pasangan culas, mereka berdua tidak akan memberikan kepuasan pada dokter yang tidak mereka sukai. 


Pada akhirnya dapat juga surat keterangan sehat yang perlu dilegalisir oleh bagian administrasi di pintu depan. Dan selesai sudah. Sungguh melelahkan dan melaparkan. Pukul 8 pagi Musdalifah sudah sampai Puskesmas dan baru pukul 11 siang selesai semua urusan. Walaupun lelah, Mustafa dan Musdalifah kagum dengan kepedulian pemerintah terhadap pasangan muda yang ingin menikah dan membekalinya dengan banyak sekali ilmu. Syukurlah pemerintah sudah memikirkan sistem yang sangat membantu, tinggal eksekutornya saja yang diperbaiki. Bu Psikolog okelah, membantu banget, begitupula dengan Bu Ahli Gizi, tetapi tidak dengan Pak Dokternya. 



* * *

Dari semua hal tentang Puskesmas, poster yang terpampang di ruangan Psikolog ini adalah yang paling menarik hati Mustafa. Kok ya bisa-bisanya ada iklan orang payungan pakai kondom begitu, dan mungkin juga model yang ada di poster itu tidak akan pernah datang lagi ke Puskesmas. Dan Bu Psikolog kok ya betah-betahnya memajang poster kaya begini di ruangannya. Sungguh, hanya Freud saja yang sepertinya mampu memahami apa yang ada di benak Bu Psikolog. 
(desainernya siapa, sihhhhh?)

Thursday, April 4, 2013

Mustafa, Musdalifah, Pendeta, dan Teh Sosro


Hari kedua mendapat bekal pernikahan, Mustafa dan Musdalifah bersiasat untuk membuat suasana menjadi tidak kaku… dan gagal!

Sebelum meluncur menuju gereja tempat sepasang rusa yang sedang kasmaran ini diberikan pengarahan tentang pernikahan, Mustafa singgah sebentar ke sebuah mini market yang cukup gaul untuk membeli teh sosro dingin. Ya, belajar dari hari sebelumnya yang membuat mereka dehidrasi karena durasi yang lama dan suasana tegang yang mencekam, maka mereka menyiapkan minuman. 

Mendahului doa pembuka pengarahan mereka, Musdalifah menawarkan Pendeta minuman tersebut. Pendeta dengan rambut polemnya yang berminyak menerima teh sosro dengan tersipu dan mengucapkan terima kasih. Kemudian beliau langsung memanjatkan doa pembukaan dan diteruskan dengan membicarakan topik pada hari itu, yaitu tanggung jawab gereja terhadap keluarga.

Teh sosro tidak disentuh.

Gereja ternyata bertanggung jawab pada umatnya secara penuh. Bertanggung jawab yang dimaksud di sini adalah memberikan pelayanan spiritual pada umatnya. Contohnya seperti apa yang dilakukan oleh Mustafa dan Musdalifah, gereja memberikan pelayanan untuk mempersiapkan supaya rumah tangga mereka tetap harmonis dan menyenangkan di kemudian hari. *sebenarnya tidak disebutkan tentang menyenangkan sih*. Lalu bisa juga ketika Mustafa nantinya minta didoakan, gereja akan senang hati melayaninya. Lalu kalau nanti semisal rumah tangga Mustafa dan Musdalifah dinilai berantakan, sering berantem, tidak tampak harmonis, suram, atau aura kegelapan menyelimuti rumah tangga mereka, gereja akan dengan senang hati proaktif memperbaiki rumah tangga tersebut supaya seturut dengan jalan Tuhan yang diterjemahkan oleh gereja sebagaimana rupa.

Teh sosro masih tidak disentuh.

Tetapi tentu saja gereja juga tidak melulu melayani saja tanpa dilayani. Sebagai bentuk tanggung jawab umat Kristiani terhadap gereja, Mustafa dan Musdalifah nantinya juga harus melayani gereja. Bentuknya seperti apa? Ya bisa saja nanti Mustafa aktif di kursi pengurus gereja, ikut rapat dan membuat supaya gereja mereka semakin oke nantinya, ramai dan aktif. Atau bisa saja Musdalifah nantinya mengurusi sekolah minggu yang penuh dengan anak-anak kecil yang berisik dan susah diatur. Atau semisal nanti mereka berdua memberikan pelayanan ke lapas-lapas yang penuh dengan orang yang lebih bermasalah daripada mereka berdua untuk memberikan pelayanan doa supaya jiwa-jiwa yang bermasalah itu ditobatkan.

Kenapa Mustafa dan Musdalifah harus memberikan pelayanan pada gereja juga? Karena di dalam kitab suci tertulis kalau manusia sudah seharusnya menjadi garam dan terang dunia. Garam yang asin dan terang yang benderang. Kalau garam tidak asin tentu saja tidak ada gunanya, hanya bagaikan mengelutak kerikil saja nantinya. Kalau terang yang tidak benderang dikhawatirkan nanti menjadi seperti lampu delman yang pernah dinaiki Suzana dan Bang Bokir…hiiiiiiii…suram!

Teh sosro masih tidak disentuh.

Nah, Pendeta kami ini sungguh nyentrik, karena di saat memberikan pengarahan supaya Mustafa dan Musdalifah tahu persis bagaimana mereka seharusnya bersikap, dia sering tidak menyelesaikan kalimatnya dan menginginkan Mustafa dan Musdalifah yang aktif mencari kosakata yang tepat. Mustafa sering kali salah tanggap dan menganggap seperti kuis cari kata. Ketika jawaban Mustafa salah, dia akan dengan cepat memberikan jawaban yang lainnya. Masih salah lagi, maka Mustafa tidak putus asa, semakin menggebu-gebu untuk menjawab sampai benar. Tentu saja ketika jawabannya benar – sesuai dengan apa yang diinginkan pak pendeta, Mustafa langsung memasang ancang-ancang untuk tos dengan Musdalifah. Sayangnya Musdalifah melihat kelakuan Mustafa yang tampak gagal tanggap justru semakin cemberut wajahnya.

Teh sosro masih tidak disentuh.

Nah, di ujung sesi, Mustafa dan Musdalifah merasakan lapar yang cukup dahsyat di sekitaran perut mereka. Sungguh tak dapat dihindari lagi, mereka berdua terpaksa membuat daftar makanan yang ingin mereka santap sepulangnya dari gereja. Dan memikirkan itu ternyata sangat membantu sekali. Tak disangka ujung sesi benar-benar sampai pada ujungnya, dan pendeta pun menutupnya dengan doa.

Akhirnya teh sosro disentuh juga oleh pendeta, dan Mustafa serta Musdalifah baru berani menyeruput juga. 

jakartadailyphoto.com

Tuesday, April 2, 2013

Mustafa, Musdalifah, Pendeta, dan ubur-ubur

Ketika Mustafa sudah menambatkan hatinya pada Musdalifah, maka Mustafa secara tidak langsung sudah harus siap menghadapi seorang pemuka agama yang disebut dengan pendeta. 

Hanya ada Mustafa dan Musdalifah di hadapan pendeta dalam satu ruangan. Ketika sudah bertemu dengan pendeta tentu saja yang dibicarakan adalah kehidupan kristiani yang berdasarkan pada alkitab dan segala penafsirannya. Tentang bagaimana mereka berdua dijodohkan oleh Tuhan dan menyikapinya sesuai dengan apa yang diinginkan oleh sang comblang. 


Awalnya tentang nenek moyang yaitu Adam dan Hawa. Kemudian bagaimana pria dan wanita sudah seharusnya hidup berdampingan tanpa ada yang menjadi kepala bagi satu dan lain. Karena wanita diambil dari tulang rusuk sang pria, bukan dari tengkorak atau tulang jempol kaki. Tuhan sepertinya sudah memikirkan bagaimana manusia menafsirkan asal muasal itu, karena kalau wanita diambil dari tengkorak, manusia akan berfikir kalau wanita yang harusnya memimpin sang pria. Kebalikannya, kalau wanita diambil dari tulang jempol kaki, maka wanita yang akan menjadi bawahan bagi si pria. Maka dari itu, manusia seharusnya hidup berdampingan. 


Dan kenapa pula pria dan wanita harus hidup berpasangan? karena itu baik. Jadi ternyata di alkitab itu tertulis kalau hidup bepasangan, pria - wanita, adalah hal yang baik. Sama seperti makhluk hidup lain yang diciptakan sebelum manusia. Tidak perlu diperdebatkan siapa yang menentukan baik atau tidak ini, karena semua sudah tertulis di alkitab. Mustafa membayangkan ubur-ubur jantan dan ubur-ubur betina dan pastinya sudah saling mengenali mana yang jantan dan mana yang betina, saling jatuh cinta dan kemudian berhubungan  seksual sehingga melahirkan keturunan. Pastinya ubur-ubur betina tidak diambil dari tulang rusuk si ubur-ubur jantan.


Kemudian perbincangan berlanjut pada perzinahan. Perzinahan itu bukan berarti berhubungan seksual dengan pasangan milik orang lain. Mustafa nantinya ketika sudah menikah juga bisa saja melakukan perzinahan dengan Musdalifah. kok bisa? ya bisa! Karena perzinahan ternyata juga termasuk ketika "begituan" tetapi hanya mementingkan hawa nafsu, semisal Mustafa seorang, tanpa ada rasa ingin berbagi kasih sayang. Setelah perzinahan, biasanya berujung pada perceraian. Nah, perceraian pertama kali yang dicatat dalam alkitab adalah perzinahan anaknya Musa. Dan Musa menentangnya. tetapi apa mau dikata, Musa sudah terlanjur melihat keteguhan hati sang anak untuk bercerai, akhirnya dia memutuskan kalau mau bercerai ya harus mengajukan surat yang sah. Mungkin ini yang pada zaman non alkitab harus ada persidangan secara hukum dan secara agama kalau mau bercerai. 


Yang menarik adalah pesan kalau Mustafa dan Musdalifah sebaiknya tidak memendam perasaan takut satu sama lain. Semisal nih, Mustafa pengen banget beli ubur-ubur elektrik dalam akuarium yang harganya mahal, tetapi Mustafa tau kalau Musdalifah pastilah tidak akan mengizinkan. Nah, karena takut kena semprot Musdalifah, alih-alih berkata jujur Mustafa memilih membeli dan menitipkan ubur-ubur elektrik tersebut di rumah seorang janda sebelah rumah supaya mudah jika Mustafa ingin melihat ubur-ubur kesayangannya. Padahal seperti itu tidak boleh. Mustafa dan Musdalifah seharusnya saling telanjang dan terbuka apa adanya. tidak perlu malu jika bertelanjang, karena dari telanjang itu, Mustafa dan Musdalifah artinya sudah sepakat untuk saling menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing.


Dan boleh saling bertelanjang ketika sudah menikah. "Kalau belum menikah sudah bertelanjang dulu, boleh ndak, pak pendeta? supaya ndak kebacut nantinya..." Pertanyaan itu tentu saja tidak dikeluarkan oleh Mustafa saat berhadapan dengan pendeta. Rusak nanti reputasi sepasang rusa yang sedang kasmaran itu nantinya. 


Dan sayang sekali, Mustafa juga tidak merasakan menemukan contoh konkrit yang menunjukkan sikap saling telanjang diantara suami-istri. Kebanyakan suami atau istri cenderung ingin menjaga perasaan pasangannya agar tidak terluka atau kecewa, dan itu yang membuat seseorang terlihat takut dan tidak jujur. Suami-Istri yang tidak telanjang terlalu banyak ditemukan di kehidupan Mustafa. Dan itu yang membuat Mustafa dan Musdalifah berjanjian untuk selalu saling telanjang. ehhhh...!


 

Mungkin hanya ubur-ubur saja yang selalu bertelanjang.

wallfloweronline.com