Friday, November 2, 2012

Gereja


Berlawanan dengan namanya yang kearab-araban, Mustafa terlahir di keluarga kristiani yang taat dan setia akan ajaran agama. Setiap hari minggu, alih alih duduk tenang di depan televisi di rumahnya menyaksikan kartun Doraemon, Mustafa kecil pergi ke gereja untuk mengikuti sekolah minggu dan beribadah di sana.

Di kota kecil Sawahlunto hanya ada dua buah gereja, pertama gereja katholik yang bangunannya menjadi satu dengan bangunan panjang TK/SD Santa Lucia, dan yang kedua adalah gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan).  Mustafa kecil adalah milik gereja yang kedua. Sesuai namanya, tentu saja gereja itu dipenuhi oleh orang batak, tidak heran, karena di Sawahlunto banyak pendatang dari Sumatera Utara. Letak gerejanya tidak terlalu jauh dari rumah Mustafa kecil, hanya 7 menit berjalan kaki sudah sampai.

Melewati lapangan segitiga yang persis terletak di sebrang rumah Mustafa, dia berjalan terus melewati kantor ayahnya, sampai di jembatan dekat kantor polisi, kemudian masih terus melewati garasi mobil kantor yang cukup suram dan besar sampai di daerah bernama Tansi dan dibelakangnya lah gereja HKBP itu berdiri. Tansi adalah komplek rumah tempat tinggal pegawai kantor tambang yang bangunanya lebih kecil dan lebih rapat daripada komplek di jalan saringan tempat Mustafa bernaung. Sering kali Mustafa diperingati oleh ayahnya untuk tidak banyak bergaul dengan anak-anak Tansi, karena mereka yang di sana adalah anak-anak nakal. Padahal anak-anak Tansi pun teman satu sekolah Mustafa, dan tentu saja ayah Mustafa tidak tahu kalau anaknya, Mustafa kecil, jauh lebih nakal daripada anak-anak lain seusianya.

Di sekolah minggu, Mustafa kecil ditempatkan di satu ruangan kecil bersama puluhan anak kecil lainnya seusia TK sampai SD. Di situ Mustafa kecil diajari tentang agama seperti kisah hidup para nabi, kebaikan dan kejahatan, hukuman, pengorbanan, sampai persahabatan dengan sesama manusia. Mustafa kecil tidak memahami itu semua, hanya satu yang diingatnya dari sekolah minggu, yaitu gambar iblis bernuansa hitam, kuning, dan api.

Kalau dimasukkan ke dalam seni rupa, mungkin gambar iblis itu termasuk dalam aliran realis-absurd-apokaliptis. Gambar itu berlatar belakang kuning seukuran A3 dengan lukisan iblis yang sedang menggoda manusia membentuk rantai yang terus berputar. Di dalam rantai itu latar belakangnya berwarna hitam dengan api neraka yang menyala ganas. Wujud penggodaan iblis adalah dengan memaksa manusia minum minuman keras, merokok, berjudi, mencuri, berbohong, sampai membunuh. Mungkin pada era itu belum tenar yang namanya korupsi, jadi tidak ada gambar iblis yang menggoda manusia untuk korupsi. Selain karena belum tenar, ketidak hadiran godaan untuk korupsi bisa juga karena korupsi bukanlah godaan iblis, bisa juga karena korupsi termasuk dalam kegiatan mencuri.

Hanya gambar itu yang memiliki kesan paling dalam yang didapat Mustafa kecil di sekolah minggu. Sayangnya semua peringatan yang ada di gambar itu diabaikan oleh Mustafa kecil.

Sebelum berangkat sekolah minggu, Mustafa kecil selalu diberikan sejumlah koin oleh mamanya sebagai persembahan pada gereja. Sesampainya di gereja, saat persembahan tiba, nakalnya Mustafa kecil tidak memasukkan koin persembahan mamanya itu ke dalam kantong persembahan, hanya saja tangan kecilnya tetap masuk ke dalam kantong itu untuk mengambil uang kertas yang jumlahnya lebih banyak. Jadi saat tangan Mustafa kecil keluar dari kantong persembahan, dalam genggamannya terselip selembar uang lima ratusan atau jika sedang beruntung seribuan, jika sedang apes maka yang dia dapat adalah selembar uang seratusan. Biasanya uang hasil sekolah minggu Mustafa gunakan untuk membeli chiki sepulang sekolah minggu dan mengoleksi hadiah "tazooz".

Tetapi tidak selamanya Mustafa kecil melakukan itu setiap minggu, karena ada kalanya dia pamit dari rumah untuk pergi ke gereja tetapi pada kenyataannya dia tidak ke sana. Sering kali dia malah main ke rumah temannya di Tansi sekedar untuk menonton film doraemon atau wiro sableng. Sungguh kecintaanya pada film benar-benar sudah tampak sejak dirinya masih belia.
Setelah Mustafa kecil duduk di bangku SMP pun kecintaanya pada film tidak surut, hanya semakin menjadi-jadi. Setiap hari minggu di saat dia harus ke gereja, Mustafa kecil pamit ke gereja tetapi naik angkot ke Mirota Kampus untuk kemudian lanjut naik bis menuju bioskop Empire 21. Di bioskop dia akan menonton film apa saja yang ditayangkan entah itu menarik atau tidak. Pengalaman menyaksikan film di bioskop adalah pengalaman yang paling tidak terlupakan oleh Mustafa, sehingga saat menemukan gedung bioskop Empire dan gedung bioskop Regen yang bersebelahan terbakar, remuk hati Mustafa. Seperti tidak ada harapan dan tujuan, hari minggu Mustafa kemudian diisi dengan khotbah pendeta di GKJ (Gereja Kristen Jawa) di dekat rumahnya.

Kedua bioskop itu sepertinya terbakar akibat ulah manusia yang tak jarang mengingkari Tuhannya, dan terbakarnya bioskop sudah nyata-nyata bentuk teguran dari Tuhan.