Monday, April 8, 2013

Mustafa, Musdalifah, dan Puskesmas

Selain gereja, ternyata ada juga satu intitusi lagi yang perlu dihadapi oleh Mustafa dan Musdalifah, yaitu sebuah lembaga pelayanan masyarakat bernama Puskesmas.

Puskesmas ini adalah lembaga yang akan membimbing calon suami-istri agar hidup di jalan yang sehat menurut pemerintah negara Indonesia. Mustafa kemudian juga melihat sistem yang berjalan di Puskesmas adalah gambaran sistem yang terjadi di hampir semua lembaga pemerintah. Carut - marut, iri - dengki, tipu muslihat, kebanggaan menjadi pelayan negara yang berlebihan, dan desain komunikasi visual yang buruk.


Musdalifah sengaja mengambil hari libur dari pekerjaannya, atau dengan kata lain membolos kerja, untuk menyelesaikan urusan puskesmas ini, yaitu meminta surat keterangan sehat. Jika urusan puskesmas dikerjaan sepulang kerja, artinya puskesmasnya sudah keburu tutup.  Yaiyalah, ternyata jam kerja Puskesmas itu pukul 8 pagi - 1 siang (dan jam 12 siang sudah tidak menerima pendaftaran pasien lagi). Alternatifnya adalah meminta surat keterangan sehat di rumah sakit umum, karena buka sampai malam sekali (atau bahkan tengah malam). Jalur alternatif tersebut sudah dilakukan oleh pasangan Mustafa-Musdalifah, tetapi sayang sekali surat keterangan dari rumah sakit ternyata tidak dianggap sah oleh pemerintah negara kita, sehingga mengharuskan pasangan ini untuk berkunjung ke Puskesmas.


Musdalifah sudah sampai ke Puskesmas pukul 8 pagi, dan ternyata suasana sudah menegangkan. Penuh sesak dengan orang-orang yang berwajah lemas dan pucat yang juga ingin diperiksa. Sialnya, pukul 8 setiba Musdalifah sampai di Puskesmas, ternyata petugasnya belum juga lengkap, sehingga pemeriksaan belum ada yang berjalan. Kursi untuk menunggu  pun sudah penuh terisi oleh orang yang datang terlebih dahulu, sehingga Musdalifah yang malang hanya bisa berdiri menanti petugas Puskesmas. Untungnya ruang tunggu Puskesmas adalah ruang tanpa asap rokok, jadi tidak ada aroma tembakau yang menutupi aroma keringat orang-orang yang tergesa di pagi hari. Dengan orang berwajah lemas sebanyak itu, Musdalifah mendadak berwajah pucat dan merasakan lapar yang sangat, sehingga wajahnya yang awalnya bersemangat mendadak lemas.    


Setelah semua siap dan Puskesmas mulai berjalan, Musdalifah dikejutkan lagi oleh berita bahwa untuk surat keterangan sehat yang diminta, Musdalifah juga harus membawa serta Mustafa. Ini gawat sekali, karena kalau pagi hari Mustafa terbiasa untuk berdoa dan memuji Tuhan, sehingga dia tidak bisa mendengar bahwa Musdalifah membutuhkannya. Tetapi berkat kecerdikan yang dibekali oleh kedua orangtuanya, Musdalifah meninggalkan pesan singkat di telepon genggam Mustafa agar bisa dibaca oleh Mustafa seusai dia beribadah dan memuji Tuhan.


Sementara menunggu kehadiran Mustafa, Musdalifah yang tidak ingin membuang waktu, segera test darah dan test urine. Dari test darah dan test urine itu keluarlah rumus-rumus yang nanti akan dihitung oleh dokter gizi. Tetapi test darah dan test urine ini tidak ada kata gagal, dalam artian tidak perlu dikhawatirkan ndak bisa dapat surat kesehatan. paling-paling yang bakal menjadi sandungan ketika ternyata dari test urine itu ditemukan janin atau dari test darah ditemukan virus HIV, nah, kalau gitu baru dah masalah. tetapi semasalah-masalah apapun, selalu bisa dicari jalan keluar. Kalau ditemukan janin di dalam rahim Musdalifah, maka Musdalifah harus diwawancarai oleh pihak Puskesmas perihal penyebab hamil, apakah ada pemerkosaan dari pria dewasa yang cabul dan keji sehingga terpaksa memutuskan untuk menikah. Kalau misalnya di dalam darah Musdalifah ditemukan virus HIV, maka Musdalifah pun harus diwawancari lagi, kira-kira ketularannya kenapa, kalau dari jarum tattoo bakal ditanya juga tattoo dimana terus kapan kejadiannya, yang melakukan siapa. Begitulah kira-kira.


Setelah test urine dan test darah itu selesai, akhirnya Mustafa yang gagah seperti kuda jantan itu akhirnya datang juga. Mustafa, lengkap dengan pakaian kerja yang seperti kekecilan dan kancing di bagian perutnya hampir koyak karena perutnya maju dan pakaiannya slim fit. Begitu melihat keadaan Puskesmas yang ramai penuh sesak dan bukan ruangan yang bisa diperbolehkan untuk merokok, maka pucatlah Mustafa, wajahnya lemas, dan lapar perutnya seketika. Sehinga kuda jantan yang seperti digambarkan itu kemudian berubah menjadi rusa yang malu-malu dengan tanduk yang belum tumbuh.


Yang dilakukan setiba Mustafa dan Musdalifah adalah memeriksa tekanan darah, dan tentu saja mereka harus melakukannya diantara himpitan orang-orang yang berjuang sejak pagi bersama Musdalifah. Dan hal tersebut berjalan lancar dan tidak memakan waktu lama. Hanya kemudian mereka menunggu sesaat untuk dibawa ke psikolog. Nah, ini. Mustafa tidak pernah menyukai psikolog sejak dia dibawa oleh kedua orangtuanya ke psikolog sewaktu Mustafa kecil masih duduk di bangku sekolah. Orangtuanya berfikir Mustafa terlalu banyak melamun, sementara psikolog berfikir kalau Mustafa terlalu banyak berimajinasi, sementara Mustafa berfikir kalau tidak ada yang mengenal diri Mustafa selain Mustafa sendiri.


Ya, semuanya tetap harus dilakukan, dan Mustafa bersama Musdalifah diantar oleh perawat menuju ruang psikolog. Pintu ruangannya terbuka, tertempel tulisan "sedang ada konseling" atau semacamnya yang menunjukkan kalau di ruangan itu sedang berlangsung aktifitas psikologi. Dan ternyata setelah Mustafa melongok ke dalam ruangan, kosong melompong. Akhirnya Mustafa dan Musdalifah menunggu sesaat. Tidak sampai 10 menit, datanglah psikolog muda yang dengan senyum ramah dan tanpa merasa bersalah karena telah membuat sepasang rusa yang sedang kasmaran ini menunggu.


Yang dilakukan oleh psikolog adalah bertanya tentang visi - misi pernikahan Mustafa-Musdalifah. Dengan susah payah dan berat hati tentu saja Mustafa menahan tawa. Sayangnya psikolog tampak serius dengan pertanyaannya, sehingga Mustafa pun menjawab bahwa visinya adalah untuk membangun sebuah keluarga. Nah, sungguh absurd sekali visi Mustafa-Musdalifah, bahkan ternyata keluarga pun adalah sebuah lembaga masyarakat yang harus memiliki visi dan misi tertentu. tetapi Mustafa tidak bisa meremehkan visi ini, karena menurut psikolog keluarga yang tidak mempunyai visi akan terancam kelangsungan hidupnya. Ya walaupun visi juga bisa saja dikarang-karang terus, dan pskilog bisa apa kalau ternyata Mustafa pun mengarang visinya.


Setelah membicarakan visi, kemudian psikolog membicarakan tentang HIV. Pemerintah berjuang dengan keras supaya penyebaran HIV bisa dihentikan, dan penyuluhan seperti yang diberikan oleh psikolog ini sebenarnya sangat membantu.Tentang bagaimana pentingnya penggunaan kondom dan membaca tanda-tanda jika kita bersinggungan dengan hal-hal yang dapat mengakibatkan penyebaran virus HIV.


Di akhir pertemuan, bu psikolog ini menyatakan kekagumannya pada bagaimana gereja benar-benar mempersiapkan calon pengantin agar tidak ada perceraian, karena seperti penyebaran HIV, tingkat perceraian di Sleman juga termasuk yang nomer wahid di DIY dan di Indonesia. Bu Psikolog pun juga menyayangkan karena pemerintah tidak cukup memberikan perhatian pada persiapan  pra-nikah bagi pemula, dan sebanyak apapun bu psikolog membicarakan pernikahan, tetap saja dia merasa gagal membangun indonesia yang bebas cerai. lha!


Nah, setelah sesi Psikolog selesai, Mustafa dan Musdalifah dibawa pada seorang ahli gizi yang menjelaskan tentang bagaimana caranya menjaga tubuh agar tetap sehat dan bugar. Dia memberikan tips kombinasi makanan yang baik agar tidak  mudah lemas dan terus semangat bekerja. Kombinasi makanan ini diberikan tidak sembarangan, tetapi si ahli gizi melihat dari hasil darah Musdalifah sehingga kombinasi makanannya menyesuaikan dari kondisi tubuh Musdalifah. Luar biasa, bukan, Puskesmas jaman sekarang ini.


Terakhir adalah bertemu dengan dokter puskesmas yang berhak mengeluarkan surat keterangan sehat. Dia bertanya kenapa harus datang ke rumah sakit umum dulu daripada ke Puskesmas, biayanya berapa, terus diapain aja. ya semacam itulah. Ya jelas, kalau Puskesmas bukak sampai larut malam sih pasti Mustafa-Musdalifah bakalan datang ke Puskesmas, alih-alih ke rumah sakit umum. lha ini, pas Mustafa baru mau makan siang saja, Puskesmas sudah tutup. ini bagemana sik? Dan tentang biaya itu, Musdalifah dan Mustafa sepakat kalau Pak Dokter ini tak rela jika ada warga yang memilih rumah sakit daripada Puskesmas. Awwww, come on!


Pak Dokter pun tidak menjelaskan apa-apa atau membekali apa-apa. Hanya bertanya apakah ada garis darah tinggi dan diabetes. Kemudian kami diperiksa jantungnya, diperiksa matanya, dan sudah. Tidak ada keterangan dari dia yang menjelaskan hasil dari periksa mata dan periksa jantung. Diam saja! Mustafa dan Musdalifah pun enggan bertanya tentang hasilnya, karena mereka berdua melihat si dokter adalah tipe dokter yang merasa tahu semua hal dan akan merasa bangga sekali jika ada orang yang tidak tahu menahu bertanya padanya. Dan tentu saja karena Mustafa dan Musdalifah juga pasangan culas, mereka berdua tidak akan memberikan kepuasan pada dokter yang tidak mereka sukai. 


Pada akhirnya dapat juga surat keterangan sehat yang perlu dilegalisir oleh bagian administrasi di pintu depan. Dan selesai sudah. Sungguh melelahkan dan melaparkan. Pukul 8 pagi Musdalifah sudah sampai Puskesmas dan baru pukul 11 siang selesai semua urusan. Walaupun lelah, Mustafa dan Musdalifah kagum dengan kepedulian pemerintah terhadap pasangan muda yang ingin menikah dan membekalinya dengan banyak sekali ilmu. Syukurlah pemerintah sudah memikirkan sistem yang sangat membantu, tinggal eksekutornya saja yang diperbaiki. Bu Psikolog okelah, membantu banget, begitupula dengan Bu Ahli Gizi, tetapi tidak dengan Pak Dokternya. 



* * *

Dari semua hal tentang Puskesmas, poster yang terpampang di ruangan Psikolog ini adalah yang paling menarik hati Mustafa. Kok ya bisa-bisanya ada iklan orang payungan pakai kondom begitu, dan mungkin juga model yang ada di poster itu tidak akan pernah datang lagi ke Puskesmas. Dan Bu Psikolog kok ya betah-betahnya memajang poster kaya begini di ruangannya. Sungguh, hanya Freud saja yang sepertinya mampu memahami apa yang ada di benak Bu Psikolog. 
(desainernya siapa, sihhhhh?)

No comments:

Post a Comment