Tuesday, April 9, 2013

Mustafa, Musdalifah, Tutik, Adam, dan Pak Eko

Masih terbawa dengan aura kegelapan yang dibawa oleh Pak Hukum, Mustafa dan Musdalifah sangat enggan untuk mengikuti pembekalan perekonomian hari ini. Bahkan sejak pagi aura kegelapan Pak Hukum membuat mereka berdua malas untuk bekerja, tidak dapat berkonsentrasi, dan terasa lemas badannya.

Tetapi logika memberikan kekuatan untuk terus berjuang melalui rintangan cinta Mustafa - Musdalifah yang bernama kewajiban birokrasi rohaniah. Dan tibalah mereka di ruangan bersama dengan Tutik dan Adam yang seperti biasa datang terlambat, serta seorang yang kita sebut saja Pak Eko, bukan nama sebenarnya. Pak Eko berusia menjelang 50, dengan tiga orang anak yang dari ceritanya tiga-tiganya cukup bandel, seorang istri yang juga dari ceritanya cukup tegas dan banyak berlogika. Tingkah laku Pak Eko yang banyak tertawa dan seru membuat Mustafa dan Musdalifah lega cukup lega karena sepertinya kali ini akan menyenangkan.


Mustafa membayangkan akan sangat sulit apabila membicarakan ekonomi dengan dasar alkitab, karena ilmu-ilmu ekonomi sepertinya mental apabila dibawa ke ranah kristiani. Penasaran hati Mustafa membayangkan bagaimana Pak Eko akan membekali. Selalu ada dasar alkitab, maka Pak Eko memberikan ayat yang menyatakan kalau sebenarnya kebutuhan manusia sudah tersedia dan disediakan, hanya tinggal bagaimana manusia mengelolanya. Nah, bagaimana manusia mengelolanya itulah yang nantinya dinamakan ekonomi. 


Metode yang diberikan Pak Eko ya semacam standar gitu. Jadi awalnya adalah membuat daftar segala kebutuhan rumah tangga selama satu bulan, kemudian menjatahkan sesuai dengan pemasukan keluarga. Nah, kalau sudah seperti itu, jika ada pembengkakan pengeluaran, nanti tinggal disubsidi silang. Semisal Mustafa menjatahkan pengeluaran untuk jajan kopi sebesar Rp 1.000.000,- dan untuk membeli makan Rp 500.000, terus suatu ketika Mustafa ingin membeli kopi di Surabaya, nah, kan ongkos untuk ke Surabaya mahal tuh, membengkaklah pengeluaran jajan kopi menjadi sebesar Rp 1.500.000,-. Nah, bagaimana mengatasinya? ya tinggal tutupi saja dengan jatah makan. Jadi Mustafa tidak bisa membeli makan, cukup minum kopi saja sehari-harinya. 


Kelemahan dari metode itu adalah kedisiplinan. Diperlukan kedisiplinan yang luar biasa untuk menjalankan metode itu, dan Mustafa sudah mencoba beberapa kali, tetapi gagal. Ya sudah. Tetapi yang menarik bukan metodenya, melainkan yang berperan dalam merencanakan pengeluaran dan pemasukan untuk membuat daftar kebutuhan rumah tangga. Pak Eko menegaskan bahwa tidak ada ayat yang menganggap tabu suami turut serta mengatur rumah tangga. Bahkan dia menunjukkan artikel yang menegaskan kalau di kehidupan sosial masyarakat era modern ini pun banyak suami yang juga ikut memomong anak. Nah, metode pengelolaan keuangan yang standar tadi itu akan berhasil apabila diatur oleh dua orang. Semisal Mustafa mau jajan kopi di Surabaya, Musdalifah bisa mengingatkannya kalau duid buat jajan kopi sudah habis dan menyarankan agar Mustafa minum susu saja supaya sehat dan langsung tidur tak memikirkan jajan ini jajan itu.


Pak Eko ini lebih banyak membekali Mustafa dan Musdalifah dengan kejadian yang sesuai dengan pengaplikasian di dunia nyata dan berdasarkan pengalaman dia. Jika Mustafa ada yang tidak setuju, Pak Eko juga tidak mempermasalahkan, toh itu apa yang dialami Pak Eko, kalau pengalaman Mustafa berbeda ya sah-sah saja. Terlebih lagi karena pendapat mereka berdua tidak akan bertentangan dengan ajaran agama. 


Sebelum pembekalan bubar, Pak Eko memberikan questioner yang harus diisi oleh Mustafa dan Musdalifah tentang rumah impian, mobil impian, pengaturan rumah tangga impian, sampai dengan anak impian. Tentunya akan banyak berbeda, dan tentu saja rumah impian Mustafa dan Musdalifah berbeda, karena Mustafa ingin rumahnya berwarna kelabu dan kamar mandinya berwarna hitam, dan Musdalifah tidak menginginkan itu. Mobil pun seperti itu. Hanya saja ketika membicarakan pengaturan rumah tangga dan anak impian, Mustafa dan Musdalifah sudah cucok. Rasanya sangat menyenangkan. 


Akhirnya kelas dibubarkan. Sebelum berdoa penutupan, ditanyakan apakah ada pertanyaan atau tidak, dan tentu saja Mustafa dan Musdalifah yang ingin segera meninggalkan ruangan itu tidak memberikan pertanyaan. Jika pun ada pertanyaan mereka lebih memilih googling saja nantinya. Tetapi seperti biasa, Tutik dan Adam tidak pernah dengan mudah menghentikan pencitraan mereka untuk tampak antusias, sehingga pertanyaan pun mereka keluarkan. Ya, tentunya Mustafa dan Musdalifah menganggap pertanyaannya tidak penting, tetapi siapa tau penting bagi Tutik dan Adam. Okelah!


Nilai penolakan dari Mustafa dan Musdalifah terhadap semua yang dinilai absurd memang sangat besar, dan itu menunjukkan betapa egoisnya mereka terhadap dunia mereka sendiri. Mereka pun sadar ketika dunia yang lebih besar akan memberikan banyak penolakan terhadap mereka, dan pastinya penolakan yang mereka terima akan lebih besar lagi. Tetapi selama mereka bersama, semua orang akan berpikir kalau Mustafa dan Musdalifah akan baik-baik saja. 


  

kitchen-design-tips.com

No comments:

Post a Comment