Wednesday, October 31, 2012

Sekolah


Sekolah memang sering kali menjadi momok bagi anak-anak seusia sekolah, tidak terkecuali bagi Mustafa kecil. Santa Lucia yang terkesan horor itu sebenarnya tidak membuat Mustafa gentar sedikitpun, dengan guru yang gemar memukul pun Mustafa tetap tidak gentar. Hanya saja ketika Mustafa bersekolah di Santa Lucia, tentu saja dia juga bersekolah bersama dengan kakak-kakaknya yang ternyata jenius itu.

Kedua kakak Mustafa ternyata telah menancapkan taring mereka masing-masing di hati gurunya, dengan kelakuan yang lebih baik dan nilai yang tidak pernah dibawah ranking 3 selalu saja membuat Mustafa merasa berada di bawah tekanan. Tetapi apalah arti tekanan apabila dia tidak melakukan apapun untuk perubahan. Sialnya Mustafa tidak pernah ambil pusing perihal perbandingan itu. Jadi ya seusai Mustafa menerima raport dan nilainya tidak sebagus nilai kakaknya (seperti yang diberitakan gurunya) Mustafa pun tidak belajar lebih giat. Hanya saja dia selalu berkelakuan baik. Dan itu yang membuatnya bertahan di Santa Lucia.

Bagaimana denga jenjang berikutnya?

Selepas Santa Lucia, Mustafa pindah ke Yogyakarta, kota yang jauh lebih besar daripada Sawahlunto. Pindah kota dan tinggal bersama kedua kakaknya dan seorang mbah uti. Mamanya kadang di Yogyakarta selama beberapa minggu, kadang juga di Sawahlunto selama beberapa minggu, yang jelas pada hari pertama dan kedua Mustafa tetap diantar mamanya ke sekolah.

Bukan karena Mustafa manja atau dimanja, tetapi memang sekolahnya jauh dari rumah. Supaya mendapat angkutan umum, Mustafa harus berangkat dari rumah pukul 5.30 pagi, kadang juga sudah berangkat jam segitu, angkotnya tetap saja ogah membawa Mustafa serta karena sudah terlanjur penuh.  Kalau lancar angkot itu akan membawa Mustafa sampai di Mirota Kampus, tempat belanja keluarga yang sangat terkenal di Yogyakarta pada saat itu - Mustafa enggan menyebutkan tahun berapa supaya tidak diketahui berapa umurnya sekarang - sekitar pukul 6.00 pagi. Nah, dari Mirota Kampus itu, dia akan melanjutkan perjalanan lagi menuju SMPnya dengan bis umum. Jika beruntung dan lancar, dia akan sampai di SMP pukul 6.30 pagi.
Di SMP pun Mustafa duduk di meja paling depan, awalnya dia ingin serius belajar dan memperbaiki pribadinya menjadi pribadi yang lebih pintar, ternyata itu tidak merubah keadaan. Mustafa tetap saja mendapat ranking yang tidak pernah lebih baik dari ranking 30, dari 40 siswa di kelasnya. Dan tiada hari-hari di SMP dilaluinya tanpa omelan dari bapak dan ibu guru karena Mustafa terlalu banyak melamun.

Saking seringnya melamun, Mustafa pun mulai dianggap terlalu berbahaya oleh guru BPnya dan kedua orangtuanya. Berbahaya bagi nilai-nilainya, dan berbahaya bagi masa depannya. Anggapan itu membawa Mustafa pada seorang psikiater cantik di rumah sakit Panti Rapih. Psikiater itu berharap Mustafa akan bercerita jujur padanya tentang apa yang dirasakan Mustafa, tentu saja ada beberapa hal yang dikatakan dengan jujur dan ada hal yang tidak jujur. Hal tidak jujur seperti ketika ditanya apa yang dirasakan Mustafa, dan dia tidak berani berkata jujur, karena saat itu Mustafa hanya ingin memeluk psikiater cantik itu.

Tetapi, sebelum Mustafa dibawa ke psikiater, dia juga dibawa oleh kakak tertuanya ke dokter THT. Karena sebagai walinya, kakak tertuanya itu mendapat laporan kalau Mustafa sering tidak mendengarkan saat dipanggil oleh gurunya. Mustafa dianggap memiliki pendengaran yang kurang, oleh sebab itu Mustafa dibawa ke dokter THT dan dibersihkan telinganya. Memang budeg dan melamun itu berhubungan erat.

Apa hasil dari kedua dokter tersebut? Tidak ada hasil yang dapat membawa Mustafa pada perubahan menuju nilai yang lebih baik. Dia hanya semakin yakin bahwa psikiater itu hanya sesosok yang pandai berasumsi, dokter THT hanya sesosok yang ingin memberikan perawatan standar supaya dapat uang, dan guru adalah sosok yang tidak ingin muridnya mendapat nilai jelek. Kalau orangtua? Orangtua adalah sosok yang menginginkan hal yang terbaik terjadi pada anak-anaknya. Hal terbaik itu tergantung pada orangtua masing-masing dan lingkungan.

Bagaimana dengan SMA?

Sayang sekali, Mustafa tidak banyak bercerita tentang masa SMAnya, tetapi di tahap ini Mustafa kecil berada di tahap senang naik motor, mengganja, dan mabuk Topi Miring serta lapen. Di tahap ini pula Mustafa bertemu dengan punk & skinhead.

Sulit sekali mencari keterangan dari Mustafa di saat-saat SMA, seperti ada yang ingin ditutup-tutupi, bahkan keluarganyapun enggan bercerita atau mungkin sudah terlanjur melupakan masa-masa Mustafa menjadi nakal. Tetapi di tahap ini, Mustafa menjadi semakin lihai mengambil hati guru-gurunya, sehingga tanpa belajar keras pun, Mustafa kecil menjadi bintang kelas di SMAnya.

Itulah Mustafa, enggan sekali belajar. Sungguh bodoh!  

2 comments:

  1. sepertinya saya tau siapa itu mustafa

    ditunggu scenario saat sma ya... :d

    ReplyDelete
  2. woohhhh...padahal Mustafa tuh antisosial, loh....jadi mungkin anda salah orang.

    ReplyDelete