Thursday, October 18, 2012

Beragam(a)

Hidup manusia Indonesia memang sudah Mustafa pahami sebagai kehidupan yang ajaib. Dengan dasar Bhineka Tunggal Ika yang tertulis di lambang negara Indonesia sudah terlihat kalau manusia Indonesia sangat beragam. Iya, indonesia kan luas dan tidak sempit, apalagi terpisah dengan pulau-pulau yang bertebaran di mana-mana, tambah berbeda-beda lagi dah.

Dengan slogan negara yang artinya kurang lebih "berbeda-beda tetapi tetap satu", Mustafa bertekad untuk mencari keragaman lain di pulau Lombok. Pulau yang penduduk aslinya adalah suku Sasak ini memang terlihat kecil, tetapi sebenarnya cukup luas. Mustafa melihatnya dari banyaknya tanah kosong yang masih berwujud kebun dan kebon. Kebun biasanya berisi bunga dan tanaman hias, sementara kebon berisi tanaman pangan seperti singkong, melinjo, jagung, dan semua yang memungkinkan nyamuk untuk berkembangbiak. 

Sayangnya Mustafa yang tidak pandai sewaktu duduk di bangku SD ini, tidak menyadari kalau ada kota di Pulau Lombok ini yang terkenal dengan sebutan "kota 1000 mesjid". Dan kota yang dimaksud adalah kota yang menjadi pusat kegiatan masyarakat pulau lombok. Dan juga kota yang menjadi tempat tinggal Mustafa. 

Masalah buat Mustafa? Tidak!

Tidak masalah bagi Mustafa ketika pagi-pagi dia dibangunkan oleh adzan yang berkoar dari mesjid sebelah kosnya. Tidak masalah bagi Mustafa ketika ditengah jalan berdiri dengan gagah dan lancang sebuah kotak sumbangan untuk pembangunan mesjid. Tidak masalah bagi Mustafa ketika dia baru berjalan 10 meter dari sebuah mesjid dia akan menemukan mesjid lainnya. Tidak masalah bagi Mustafa ketika dia melewati sebuah mesjid yang berhadap-hadapan. Tidak masalah bagi Mustafa ketika dia melihat tanah luas berpuluh kali lipat lapangan sepak bola sedang dibangun sebuah islamic center. 

Tidak masalah sungguh, karena Mustafa adalah seorang yang beragama. Mustafa memahami ritual agama dengan pernak-perniknya adalah kebutuhan manusia. Tetapi menjadi masalah bagi Mustafa ketika sebuah gereja yang belum lama diperbaiki ingin membangun sebuah tempat untuk beribadah dengan tenang dipersulit. Menjadi masalah bagi Mustafa ketika orang beragama lain harus mencoret tembok depan rumahnya dengan milik pribumi agar rumahnya tidak dibully oleh pihak tak bertanggung jawab. Menjadi masalah ketika satu kelompok pemeluk agama lain harus mengungsi ke pulau sebelah karena sedang ada isu SARA. 

Bayangan slogan negara yang dipahami oleh seluruh warga negara sebagai pedoman hidup seketika hilang. Tidak ada romantisme hidup di pulau ini.

Berat sepertinya melibatkan negara dalam kasus seperti ini. "Rakyat Kuasa" yang dulu sering dikoar-koarkan oleh Mustafa saat masih menjadi mahasiswa baru pun baru dirasakannya sekarang. Tidak ada yang aparat negara yang bisa menghentikan amuk massa ketika isu penculikan tersebar. Tidak ada yang bisa menghentikan pembantaian dan perusakan pos polisi ketika terjadi kesalahpahaman. Selama rakyat ingin kekerasan, rakyat bersatu, dan terjadilah. Tidak adalagi pemaknaan pecis dan sarung yang digunakan untuk beribadah. Tidak adalagi pemaknaan kalung rosario yang terkalung di leher. Tidak adalagi pemaknaan tato salib yang muncul di tengkuk lehernya.

Kami beragama, dan kami satu. Kami beragam, dan kami satu. Keparat kalian atas kekerasan yang terjadi di tanah airku.







No comments:

Post a Comment