Monday, October 1, 2012

Persiapan kerja

Apa sih kira-kira yang ada di benak teman-teman ketika bekerja?

Bekerja tuh sebenarnya ada banyak banget ya, mulai dari bekerja atas kesadaran sendiri, sampai bekerja atas perintah atasan kita. Yang saya bicarakan di sini sebenarnya yang kedua, yaaaa...bekerja atas perintah atasan dan tentunya dengan kompensasi berupa gaji. 

Apa aja yang teman-teman persiapkan untuk bekerja dengan atasan? Ada banyak banget ya, mulai dari sekolah, terus ikut pelatihan, terus ikut latian kepemimpinan mungkin, dan banyak lagi dah pokonya. Yang jelas, persiapan itu bakal bikin kita semakin siap dengan apa yang akan kita hadapi di dunia kerja.

Tapi sayangnya tidak di kota saya tercinta ini.

Persiapan apa yang dilakukan Bunga (lagi-lagi tentang Bunga) sebelum bekerja ketika dia merasa bisa bolos kerja sewaktu-waktu. Persiapan apa yang dia lakukan ketika dia mendadak tidak hadir dan tidak memberikan kabar sedikitpun, lalu saat ditanya "kamu dimana" dan dia bisa menjawab seenaknya "di rumah" tanpa penuh dosa? Sebenarnya yang terakhir ini saya bukan membicarakan Bunga, tetapi membicarakan satu orang staff saya yang karena saya enggan memikirkan sebuah nama palsu saya mengkambinghitamkan Bunga. Kasihan Bunga.

Jadi begini, tercetaklah sebuah pesanan dari hotel yang cukup bernama di Indonesia. Pesanannya tidak sedikit, pun tidak sulit mengerjakannya. Saya menegur orang yang mengerjakan pesanan itu kemudian saya ditegur balik. Lah? "Pokoknya yang namanya percetakan tuh selalu seperti itu, ga akan bisa bagus," dia nyolot dan saya berpikir kalau saya bekerja di dunia yang salah. "Pokoknya pemesan harus menerima kalau cetakan ga bisa bagus," ujarnya denga nada yang cukup marah dan menyebalkan. LAAAHHHH! 

Itu kan aneh banget, ya. Saya sudah mencarikan pesanan, kemudian mereka pesan karena saya juga harus menjanjikan kualitas. terus kalau ternyata pemesan ini tidak puas dengan hasilnya, ya wajar lah kalau mereka mengembalikan dan tidak mau menerima. Bukannya merasa bersalah dan berpikir tentang kekurangannya - apalagi berusaha memperbaiki kinerjanya - dia malah memaksa. Ih, saya sebal sekali. Pas saya lagi panas-panasnya gitu, saya sadar kalau ada satu staff yang tidak kelihatan. Saya telpon dan dia menjawab tanpa merasa bersalah. Astaga...perusahaannya mbokmu,po? ngepeeetttttt....

Daripada saya emosi sendiri, lebih baik saya merenung.

Dan ternyata memang sepertinya saya yang kurang persiapan sih. karena kurang persiapan itu, saya menjadi orang yang lemah dan tidak berargumen. Saya tidak pernah mengikuti pelatihan menjadi seorang tukang cetak, pun tidak pernah bekerja sebagai operator mesin cetak. Jadi ketika saya dibantah, yaaa...saya ga punya argumentasi apa-apa. kan gawat ituh. Saya mau ngajari gimana mendapatkan hasil yang benar juga ga mungkin, karena saya ga bisa ngapa-ngapain juga. kosong deh rasanya.

kemudian saya berpikir lagi. kalau ternyata saya memang kurang persiapan dan sebelum berkecimpung di dunia percetakan harus bisa menjalani semua mesin, produksi sendiri, sampai nganter ke pemesan denga puas, ya keparat lah! bukan tanggung jawab saya, njing. mendingan kerja sendirian.

Mungkin saya harus keluar dan menjadi pihak yang kalah. Mungkin juga dia harus saya keluarkan dan saya tetap menjadi yang kalah, karena ongkos untuk memecat seseorang itu lebih besar daripada ongkos mencari karyawan baru. 

Sampai sekarang saya hanya bisa misuh-misuh dalam hati karena saya kurang persiapan.

keparat.  

No comments:

Post a Comment