Sunday, June 30, 2013

Kebahagiaan Pranikah: Siraman

"Kamu tidak bahagia, ya, saat kita menikah?"

Mustafa terus menenggak bir dingin bersama kedua kakaknya. Pitcher kedua dan mereka masih tertawa terbahak-bahak. Hari semakin pagi dan dingin semakin menusuk. Mustafa masih tegang sehabis mengikuti doa bersama dan menjadi pusat perhatian. Sampai akhirnya mereka pulang dan membubarkan diri.

Sesampainya di rumah, Mustafa tambah terkejut lagi, karena bagian dalam rumah sudah dihias sedemikian rupa untuk acara berikutnya, siraman. Siraman itu acara memandikan pengantin. Musdalifah juga dimandikan, hanya saja acaranya berada di tempat terpisah. Hiasannya heboh dan penuh bunga. Mustafa suka dengan bunga, hanya saja tidak untuk dipasang secara sporadis di seluruh rumah dan berwarnawarni. Jika saja hiasan ada di satu pot kecil sebagai pusat, tentu Mustafa akan jatuh cinta. Tetapi ini di sepanjang tangga menuju kamar Mustafa dipasang bunga, di backdrop dipasang bunga, diluar rumah dipasang backdrop. Musdalifah tentu sudah tidur, tak ingin Mustafa membangunkan Musdalifah untuk menenangkannya. Tidurlah Mustafa.

Keesokan paginya Mustafa bangun dan menemukan rumahnya sudah dihias lebih ramai lagi. Kursi dipasang di banyak tempat. Di halaman luar terpasang tenda yang menurut banyak orang cantik. Tenda dua warna yang banyak digunakan orang kawinan. Tenda di halaman itu digunakan untuk upacara siraman. Paniklah Mustafa, tanpa mandi Mustafa menggeber sepeda motornya ke warnet terdekat karena tidak kuat membayangkan akan seperti apa malunya Mustafa nanti. 

Setelah tenang, Mustafa pulang dari warnet dengan kesiapan dan kerelaan untuk diapa-apakan. Disambut oleh Umi yang lega melihat Mustafa kembali, karena dipikir mustafa akan kabur dan tak kembali atas teror yang tercipta di rumah. Mustafa menenangkan Umi dengan meyakinkan Umi kalau Mustafa tak akan lari dari ini. Tak lama Paes yang akan mengatur segala upacara datang. Mustafa kembali merasakan dorongan untuk lari.

Paes memulai tugasnya. Membedaki Mustafa dan melipstiki Mustafa. Kini Mustafa sudah berpakaian jawa dengan bedak dan lipstik. Mustafa tidak suka dengan hal ini, karena menurut Mustafa, bedak dan lipstik seharusnya dikenakan perempuan saja. Jadi tidak perlu pria berdandan hanya untuk alasan supaya bagus difoto nanti. Mustafa menyembah pada paes untuk tidak dibedaki, tetapi sudah tidak bisa lagi. akhirnya hanya tipis saja bedaknya. 

Paes menjelaskan apa yang harus dilakukan Mustafa, bagaimana caranya sungkem, bagaimana caranya berjalan duduk, dan bagaimana caranya hormat. Mustafa sungkem dulu pada Abah, kemudian pada Umi, kemudian pada Orang tua Umi, dan terakhir kakak laki-laki Mustafa. Mustafa merasa geli saat harus sungkem pada kakak Mustafa, karena mereka berdua sudah sering bercanda terlalu lama, dan....sebenarnya dahulu mereka tidak menginginkan pernikahan karena malas ribet dengan adat jawa yang mau tak mau harus dilakukan. Tapi sampai juga mereka berdua pada posisi itu. Tetaplah dengan rela mereka mengikutinya.


Setelah sungkem, pakaian Mustafa dilucuti, bertelanjang dada dan dikalungi rangkaian bunga melati. Mustafa malu bukan kepalang, perutnya yang buncit diumbar kemanamana dan dadanya yang terepes pun terbuka dengan malumalu. Mustafa kemudian digiring ke tenda luar untuk dimandikan. Air untuk memandikan pun tidak sembarang, harus diambil dari 7 mata air yang berbeda, kemudian diaduk menjadi satu dengan kembang yang berupawarnanya. Abah dan Umi menyiram bergantian dengan doa yang dibisikkan, tentunya doa itu untuk kebaikan Mustafa. Setelah Abah dan Umi, bergantian pakdhe-palkdhe dan beberapa tetangga yang sudah pernah mantu diminta untuk memandikan Mustafa, semuanya sambil mengucapkan doa. 

Setelah dimandikan, rambut Mustafa digunting 3 kali, sedikit sedikit saja supaya tidak terlalu pitak nantinya. Rambut disimpan ke dalam wadah untuk disatukan dengan potongan rambut Musdalifah untuk dikubur di tanah orangtua. Setelah itu air kendi sisa siraman harus dihabiskan semua dan kendinya dipecahkan. Laluuuu...ada...hmmm...Mustafa digendong oleh Abah dan Umi. Menggendongnya pun tidak menggendong beneran, cuma pura-pura aja, soalnya Abah dan Umi badannya lebih kecil jadi tidak mungkin kuat mengangkat Mustafa yang lumayan berat. Kemudian selesai.

Acara Siraman selesai, Mustafa digiring ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dan Mustafa memeluk Abah dan Umi menggantikan sungkem. Karena sungkem adalah acara yang dibuat-buat dan tidak dilaksanakan dengan kesadaran Mustafa, karena itu Mustafa meminta maaf atas segala dosa, meminta agar Abah dan Umi merelakan Mustafa untuk hidup dengan Musdalifah, meminta agar Abah dan Umi juga percaya kalau Mustafa dan musdalifah akan baik-baik saja. Kemudian hujan air mata. 

Sungkeman memang mengharukan, tetapi Mustafa tidak terharu karena harus diatur-atur sungkemnya seperti apa, jalannya seperti apa, memegang lutut dan menciumnya seperti apa, sampai harus diatur supaya Mustafa mencium pipi kanan-kiri orangtuanya. Ya, akhirnya upacara pun terlaksana tanpa kesadaran yang sesuai takarannya. Makanya Mustafa merasa perlu untuk sungkem pada orangtuanya dengan caranya sendiri, dengan ruang yang lebih privat, dan tanpa harus difoto.

Mustafa masih sedikit ragu untuk menjawab pertanyaan Musdalifah, karena masih ada yang mengganjal rasanya.


resik!

No comments:

Post a Comment