Wednesday, February 20, 2013

Sehat Indonesia!

Indonesia, negara tempat Mustafa tinggal, akan mengadakan satu lagi pesta bernama pesta demokrasi. Mungkin tidak sebesar pesta di tahun 2014 nanti, tetapi PILGUB ini bolehlah untuk pemanasan kehidupan demokrasi di negaranya seperti apa sih. Nah, yang lagi santer nih PILGUB untuk daerah Jawa Barat, dan quick count sampai saat tulisan ini dipublikasikan oleh Mustafa menyatakan kalau posisi tiga teratas adalah calon yang melibatkan pesohor / mantan pesohor.

Rata-rata calon gubernur ini masih terbawa semangat Jokowi-Ahok yang sudah lebih dulu duduk di kursi pemerintahan DKI Jakarta sebagai gubernur. Metode pendekatan secara langsung tentunya, disertai dengan peluh yang mereka tunjukkan pada media sebagai alat untuk menarik simpati. Program yang mereka janjikan apabila terpilih pun ada yang mirip, di sini yang menjadi perhatian Mustafa adalah kartu sehat untuk masyarakat. Kesibukan Mustafa membuatnya tidak mengerti siapa yang nanti akan mendapatkan kartu sehat, apakah seluruh warga, atau hanya dari golongan yang dilabeli sebagai golongan tak mampu saja. Kalau hanya untuk golongan tertentu saja, artinya program ini masihlah program bobrok!

Menurut Undang-undang yang menyatakan kalau negara memelihara seluruh warga negaranya, maka sudah selayaknya negara menjamin kesehatan warganya pulak. Kalau ndak dijamin kesehatannya ya melanggar Undang-undang dong namanya. Lha Mustafa saja dipelihara oleh ayahnya yang menjamin kesehatan Mustafa, kok. Jadi yang namanya memelihara tu ya seperti itu. Kalok yang dapat kartu sehat hanya untuk golongan mampu saja, ya kacau jugak, masa' yang boleh sakit cumak yang ndak mampu. Orang mampu tuh harus membayar pajak yang lebih besar daripada orang tak mampu, lho. Jangan dipikir jadi orang mampu tuh murah, mahal tauk! Kalok orang mampu membayar gengsinya dengan perawatan kelas mewah, ya itu urusan mereka sendiri. Tapi tetap orang mampu harus mendapatkan kartu sehat jugak. Warga negara Indonesia kok dibedabedakan.

Nah, Mustafa bersyukur kalok akhirnya Indonesia memiliki orang yang peduli dengan kesehatan warganya. Karena selama ini kan masyarakat dikibuli dengan malaikat bernama asuransi kesehatan. Bayar sejumlah uang setiap bulannya untuk itu, kemudian kalok sakit dan dirawat, pemilik asuransi bisa membayar separuhnya, atau berapalah gitu. Nah, kalok punya pekerjaan dan mampu untuk membayar bulanan ya mungkin aman-aman saja, tapi kalok pekerjaan pun hanya cukup untuk makan dan menghidupi anak istri, apa ya mau masih sempet mbayar asuransi? Terus kalok sakit apa ya mampu mbayar rumah sakit yang menurut pengalaman pribadi Mustafa ternyata sungguh tidak murah? Lha, kesehatan tuh harusnya jadi tanggung jawab pemerintah, kok, kenapa malah pengusaha asuransi kesehatan bisa metantang-metenteng dengan gagah? Harusnya asuransi kesehatan tuh ndak laku di sebuah negara yang berani memelihara warganya. Aneh banget sih...

Ya pokoknya gitu, kesehatan harusnya menjadi tanggungjawab negara. Terus mahasiswa-mahasisiwi yang nyambi kerja sebagai penjaja asuransi sebaiknya belajar lebih giat lagi yaa...jangan lulus dulu sampek berhenti jadi penjaja asuransi.

Catatan: tiga besar calon gubernur Jawa Barat adalah mantan aktor/aktris yang dulu kerjanya menjadi orang lain untuk sebuah peran. Kok ya bisabisanya dipilih jadi cagub. Yakin mereka udah berenti akting? Bayarannya untuk berakting gede lhoooo...tinggal pindah panggung akting lhooo....hayoooo...yakin njadiin mereka tiga besar?

1 comment:

  1. Aku punya polis asuransi yang mencakup perlindungan kesehatan (polisnya nggak cuma untuk perlindungan kesehatan aja sih, ada fitur lain jugak), tapi aku tetap suka dan sepakat-dengan-catatan terhadap hal ini:

    "Harusnya asuransi kesehatan tuh ndak laku di sebuah negara yang berani memelihara warganya. Aneh banget sih..."

    Ini yang kumaksud catatan itu: Penggunaan istilah "asuransi kesehatan" di kutipan itu sempit dan pragmatis sekali maknanya: 'asuransi kesehatan yang disediakan oleh perusahaan asuransi swasta dengan segala persyaratan dan prosedurnya.'

    Perkara anjritnya bukan pada konsep "asuransi kesehatan" dalam artian umum, tapi pada ketakpedulian pemerintah untuk menunaikan kewajibannya dalam memberikan asuransi kesehatan pada seluruh warga negara. Padahal setiap warga negara pasti wajib bayar 'premi' mereka untuk hidup di negara ini: pajak!

    Tenaga pemasaran asuransi pemula biasanya tidak sampai ke sini pemikirannya sehingga terkesan angkuh dengan produk asuransi mereka.

    Aku sendiri adalah warga Kab. Sleman, tapi tidak punya Askes (aku sendiri tidak tahu cara mendapatkan Askes; ngertinya sih itu untuk PNS dan keluarganya; atau untuk orang miskin -- hei! biarpun tidak bisa dibilang kaya, aku jelas-jelas bukan orang miskin maka tak pantas mendapatkan jaminan yang seharusnya menjadi jatah orang miskin), tidak bekerja di sebuah perusahaan (maka tidak punya Jaminan Keselamatan Tenaga Kerja) -- lalu bagaimana dengan asuransi kesehatanku? Lha, mau gimana lagi, aku ya beli polis dari perusahaan asuransi swasta; daripada aku cuma simpan uang di bank, dan pada saat sakit ternyata uang itu terkuras banyak dan bahkan bisa jadi tak cukup untuk menutup tagihan medis, mending aku menabung-teratur sebulan sekali di perusahaan asuransi swasta itu; aku sih tak berharap sakit, tapi katanya kalau aku masuk rumah sakit -- apapun sakitnya -- ada disediakan dana 120 juta setahun yang bisa dipakai sewaktu-waktu ketika dibutuhkan untuk melunasi biaya berobat dan opname dan operasi. Hm... tampak seperti tawaran bagus untukku -- dan memang, aku yakin bisa menabung-teratur sebulan sekali 500ribu karena aku punya uangnya.

    Jadi, aku nggak menolak jasa asuransi swasta sebagai pilihan yang boleh diambil boleh tidak (boleh dong orang berbisnis). Aku pun tetap percaya dan menuntut bahwa negara wajib menjamin kesehatan seluruh warga (dasarnya: analogi pajak sebagai premi tadi). Tidak semua orang sanggup beli produk asuransi kesehatan swasta, dan atas landasan ini pula kewajiban negara sebagai "perusahaan asuransi" bagi rakyat HARUS diwujudkan. Orang "premi"-nya udah bayar kok. Masak kalau sakit nggak boleh klaim? Perusahaan asuransi swasta aja ada yang berani total melayani pemegang polis dengan memuluskan jalan untuk melakukan klaim, masak negara nggak malu kalo "para nasabah"-nya menderita gara-gara klaim macet?

    ReplyDelete