Friday, January 25, 2013

Kelas

Baru saja Mustafa menyadari kalau ternyata hampir seluruh hidupnya dihadapkan dengan apa yang disebut dengan kelas. Mulai dari dunia pendidikan tentunya, awal-awal ya masup TK dulu, TK pun ada yang namanya kelas kecil dan kelas besar, yang sepertinya dikategorikan sesuai dengan umur, bukan dengan bentuk badan. Lalu ada SD kelas satu, yang berusaha untuk terus naik sampai kelas 6. Dan seterusnya sampai Mustafa lulus SMA. Hanya setelah kuliah ini saja Mustafa bertemu dengan kelas yang sedikit berbeda, kelas dengan jenjang seperti sekolah dasar sudah tidak ada lagi, yang ada hanya kelas sosialita kampus, kelas anak nongkrong kantin, kelas aktivis, sampai kelas teacher's pet. Oh, mungkin ada juga yang namanya kelas Old Crack yang sudah banyak mencicipi asam garam kampus karena tak lulus-lulus. Intinya, sekarang Mustafa merasa hidupnya sedari dulu dibiasakan dengan apa yang namanya kelas.

Hal ini juga mungkin dialami oleh sebagian besar anak beruntung seperti Mustafa juga ya, sekolah dari TK sampe lulus SMA terus masuk perguruan tinggi, terus menemukan kelasnya sendiri. Nah, oke ketika kita masih menjadi pelajar, tentu saja kita dibagi beberapa kelas karena materi pelajaran yang diberikan pun berbeda mengikuti perkembangan, entah itu perkembangan usia atau bentuk badan atau mungkin perkembangan pengetahuan, hanya saja ketika kita sudah sampai jenjang perguruan tinggi, kita sudah terbiasa dengan yang namanya kelas sehingga tak sadar kita berada di kelas yang pembedanya adalah sosial. Pergaulan. Fashion. Harta. Motor ceper. Boil gaul. Sepeda fixie. Sepatu. Seragam. Tempat nongkrong. Makanan. Dan masih banyak lagi.

Kekeraskepalaan dan ketidakpedulian kita ini yang nantinya merusak apa yang kita percayai dengan namanya pekerjaan, masyarakat, pemerintah, dan Indonesia. Coba, ya, ketika Mustafa ingin merasakan apa yang namanya bertahan hidup di wadah absurd bernama ekonomi, tentu saja harus memiliki uang dan untuk memilikinya tentu saja harus bekerja, dong, Mustafa harus menyesuaikan diri untuk tidak berkata jujur dan apa adanya pada seorang pemilik usaha. Kenapa? Ya tentu saja karena harus membaik-baikkan perusahaan tersebut supaya semakin harum namanya. Mustafa kini semakin terbiasa tidak berkata jujur pada apa yang sebenarnya dia rasakan, pada apa yang sebenarnya tidak cocok dengan dia, pada apa yang dia tidak ingin lakukan. Secara tidak sadar, ketika Mustafa ingin naik kelas (baca: jabatan) pun harus pandai bermanis-manis di hadapan atasannya. Mulai dari situ, sistem terbentuk di masyarakat kita yang menuntut pencitraan atas nama kelas. Kalok pencitraannya bagus, ya pasti bisa dengan mudah masuk di pemerintahan - negara - dengan tekad memperbaiki kelas. Bukan dengan tekad memperbaiki sampah masyarakat bernama korupsi.

Coba sekarang lihat di SPBU sana dah, ada yang namanya stiker bertuliskan "BBM bersubsidi hanya untuk golongan tidak mampu", ya pembagiannya adalah premium dan pertamax. Jadi kalok Mustafa berada di kelas mampu tapi mengisi premium, itu namanya bikin malu, tapi kalok Mustafa berada di kelas tidak mampu tapi mengisi premium, maka semakin mutlak lah ketidakmampuan Mustafa. Mustafa tidak terima jika bahan bakar saja musti memakai kelas. Ini pekerjaan pemerintah, bahan bakar minyak seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, bukan justru masyarakatnya diadu domba seperti ini. Kalok Mustafa berada di kelas mampu, dia juga berhak memakai BBM bersubsidi, lha wong dia udah bayar pajak sesuai dengan apa yang dimilikinya. Bayar pajak mobil kijang dan mobil pajero saja sudah beda kok, masih lagi ngisi bensinnya dibedakan. Bah! Taik kucing!

Sekarang mundur lagi deh, Mustafa sekarang posisinya berada di kelas mampu atau tidak mampu? Tidak punya pekerjaan, tetapi bisa nongkrong di Starbucks. Tidak punya mobil, tapi bisa ke bioskop tiga kali seminggu. Jarang makan, tapi rokoknya Lucky Strike setiap hari. Mustafa berada di kelas mana? Ya tidak bisa terjawab, soalnya pemerintah pun ndak bisa mendefinisikan dengan jelas mana yang disebut mampu, mana yang disebut tak mampu. Pemerintah tuh cumak adu domba saja, biar pertamina untung karena produk pertamaxnya laku keras. Orang yang punya pajero ya gengsi dong dikatain tidak mampu karena beli premium, pertamax lah belinya. Orang yang cumak naik motor bebek, ogah dong selamanya dikatain tidak mampu sama perusahaan minyak itu, nyolong lah dia buat beli pajero.

Manusia itu tidak sadar kalau mereka memilih untuk dikotak-kotakkan oleh yang disebut kelas. Padahal jelas-jelas di dalam agama selalu dikumandangkan kalok manusia di mata tuhan itu sama. Tidak ada bedanya kaya dan miskin. Tidak ada bedanya mampu atau tidak mampu. Sekarang mereka juga bilang kalau negara adalah perwujutan dari Allah. Nah! Pikir-pikir lagi!

No comments:

Post a Comment