Saturday, January 19, 2013

Seeking a friend for the end of the world

Banyak kemungkinan yang akan terjadi ketika manusia mendapat berita bahwa akhir dari dunia sudah diketahui dengan pasti akan terjadi dalam waktu 20 hari ke depan. Yang paling mencolok perhatian Mustafa tentu saja kekacauan. Kekacauan yang ini lebih mengarah pada penjarahan dan perusakan, serta being ignorant.

Ini terinspirasi dari film berjudul sama dengan judul postingan ini, dibintangi oleh Steve Carrel dan Keira Knightly, hanya saja kali ini Mustafa tidak berbicara tentang film itu. Mustafa lebih tertarik membayangkan bagaimana jika hal akhir dari dunia benar-benar terjadi di dunia tempat Mustafa berpijak.

Negara tempat Mustafa tinggal ini lebih kurang negara yang Mustafa lihat sudah cukup punya banyak persiapan untuk menghadapi akhir dunia. Akhir dunia adalah saat dimana orang-orangnya menjadi tidak perduli dengan apa yang terjadi dengan sekitar, saat dimana orang-orangnya merasa bebas melakukan apa yang diinginkannya. Saat yang membebaskan dan merdeka. Orang-orang akan mengambil apa yang bukan miliknya, orang-orang akan menikmati apa yang tidak bisa mereka nikmati sebelumnya, orang-orang akan banyak berbicara dengan tuhannya, dan tentu juga akan mencari teman untuk menghadapi akhir dunia. Itu artinya perusakan dan penjarahan akan sangat intens terjadi menjelang akhir dunia.

Indonesia setiap harinya diisi dengan perusakan, vandalisme, penjarahan, sampai pembunuhan. Pelakunya sudah berpikir tentang konsekuensinya, entah itu hukum, dari pihak berwenang sampai dibakar massa, entah itu terus berlari dari kejahatannya dengan menghilang dari masyarakatnya, entah juga kenikmatan yang dipetik dari kejahatannya. Bahkan terakhir kerusuhan berkepanjangan di Sumbawa yang tentu saja merembet ke sentimen etnis. Katanya Bhineka Tunggal Ika, tapi kok ya sirik-sirikan kayak gitu?

Indonesia juga dipenuhi dengan kaum yang taat beribadah dan tentunya beragama kuat. Nah, sayangnya kaum ini seperti menggilai pencitraan yang akan tertempel di setiap individu. Ketika mereka sudah melaksanakan kewajiban mingguan mereka, mereka akan merasa "aman", yang artinya justifikasi individu lain tidak akan mencitrakan mereka buruk. Itu adalah lingkungan masyarakat dimana Mustafa hidup di dalamnya. Sekarang apabila Mustafa ingin bertahan hidup di situ tentu saja Mustafa tidak bisa hanya berdiam diri di kamar dan tidak bertemu dengan siapa. Mustafa juga tidak bisa mengandalkan pertemanan social media yang sekarang dipenuhi dengan droid. Ya, akhirnya Mustafa sendiri tidak merasa bebas melakukan apa yang diinginkannya. Semuanya tergantung dengan pola manusia Indonesia berjalan. Tetapi Mustafa dengan bijaksana memakluminya, karena ini adalah hidup bersosial, yang pergerakannya dibatasi oleh hak dan kewajiban seorang manusia. Perduli setan dengan label negara dan label agama, seorang manusia adalah individu yang bebas dan tindakannya tidak terbatasi oleh label tersebut. Amin.

Jadi pak presiden SBY sudah tidak perlu kuatir menenangkan masyarakat Indonesia untuk menghadapi akhir dunia, karena kami sebagai warga negara Indonesia yang baik sudah sering melakukan simulasi itu. Entah dengan ikhlas atau terpaksa.

Nah, kembali lagi ke akhir dunia yang sudah pasti diisi penjarahan, pasti banyak orang langsung menuju ke toko elektronik sekedar menjarah televisi Sony Bravia 55 inchi atau ke dealer Mitsubishi untuk mencicipi bagaimana rasanya mengendarai Outlander Sport, karena kemewahan itu mahal harganya. Hukum sudah tidak berlaku lagi, semua sudah tidak punya takut karena dalam 20 hari toh dunia akan musnah, hal-hal yang tidak terbeli dan tidak dapat dicicipi sebelumnya tentunya sudah dapat dijarah, jadi apalagi yang diinginkan untuk mempersiapkan akhir dunia?

Teman untuk menghadapi akhir dunia adalah satu hal yang tidak bisa dijarah di toko elektronik atau di dealer mobil, karena tidak ada yang namanya lapak Friend for the End of the World. Tidak perduli seberapa baik pencitraan kita, kalau tidak berani jujur pastinya tidak akan memiliki teman yang jujur juga. Teman yang jujur itu ya teman yang mau menghadapi akhir dunia bersama dengan ikhlas tanpa takut kehilangan satu sama lain. Mari kita bergandengan dan berpelukan saja.

Nb: Mustafa menulis ini dengan senyum manis membayangkan dengan siapa dia akan menghadapi akhir dunia yang terdengar keji tapi kenyataannya melegakan. Berbaring menatap mata temannya untuk meyakinkan dia bahwa semuanya akan baikbaik saja tanpa berucap satu patah katapun. Ihik..ihik..ihik..

No comments:

Post a Comment